Merujuk pada dokumen Bank Dunia berjudul "Aspiring Indonesia-Expanding The Middle Class"Â yang dirilis tahun 2019.Â
Pak Dede, demikian biasa M.Chatib Basri dipanggil, menjabarkan bahwa kelas menengah terbagi menjadi dua kelompok, yakni calon kelas menengah atau aspiring middle class dan kelas menengah atau middle class.
Calon kelas menengah ialah mereka yang memiliki range pengeluaran antara  1,5 kali sampai 3,5 kali di atas garis kemiskinan, dengan angka garis kemiskinan pada tahun 2024 sebesar Rp550.000, maka pengeluaran calon kelas menengah atau rentan miskin berada di kisaran  Rp825.252 - Rp1.900.000  per bulan.
Sedangkan mereka yang digolongkan kelas menengah memiliki rentang pengeluaran antara Rp1,9 juta hingga Rp9,3 juta per bulan.
Jika melihat rentang pendapatan ini, mungkin saya masuk dalam kelas menengah dan saya merasakan  bahwa memang ada masalah di kelas yang dianggap sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut.
Gaji tak naik-naik alias stagnan, sedangkan di sisi pengeluaran terus bertambah besar karena harga-harga kebutuhan pokok dan jasa terus merangkak naik, ditambah lagi dengan "gaya hidup," yang cenderung besar pasak daripada tiang.
Untuk mengatasinya terpaksa saya dan mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia lain, menggunakan tabungannya yang sangat sedikit untuk memenuhi kebutuhan hariannya.
Bahkan sebagian di antaranya sudah mulai menggali lubang satu untuk menutup lubang yang digali sebelumnya.
Ada juga yang terpaksa harus mengambil pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mengutip data Kompas, pengeluaran kelas menengah didominasi oleh berbagai cicilan dari mulai membeli kendaraan, mengontrak/kredit rumah dan kebutuhan transportasi harian, seperti membeli BBM.
Fenomena kelas menengah yang mulai "makan tabungan" untuk kebutuhan hariannya ini sebenarnya sudah mulai tercermin dalam survei yang dilakukan bank Indonesia pada Oktober 2023.