Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Dokumenter "The Man with 1000 Kids" ketika Fakta Lebih Aneh Dibanding Fiksi

6 Juli 2024   12:04 Diperbarui: 6 Juli 2024   12:15 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sambil menunggu siaran langsung laga perempat final Piala Eropa 2024 antara tuan rumah Jerman versus Spanyol Jumat (05/07/2024) semalam, saya menonton film dokumenter di situs video streaming Netflix bertajuk "The Man with 1.000 Kid"

Ungkapan "fakta terkadang lebih aneh dari fiksi" mungkin patut disematkan pada peristiwa yang diangkat ke dalam film dokumenter tentang donor sperma ini.

Sulit dipercaya bahwa seorang pria bisa menjadi ayah biologis bagi lebih dari seribu anak. Namun, inilah kenyataannya, dan ini menimbulkan berbagai pertanyaan etis dan sosial yang kompleks.

Kasus ini menunjukkan bahwa realitas bisa lebih mengejutkan dan rumit daripada cerita fiksi yang paling imajinatif sekalipun. Teknologi reproduksi telah membuka kemungkinan-kemungkinan baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya, dan kita masih berjuang untuk memahami implikasi etis dan sosialnya.

"The Man with 1000 Kids" adalah film dokumenter berformat mini-seri yang mengungkap kisah nyata seorang pria Belanda bernama Jonathan Jacob Meijer,  pendonor sperma yang sangat produktif. Saking produktifnya, ia diperkirakan telah menjadi ayah dari lebih dari 1.000 anak di seluruh dunia.

Film ini dimulai dengan memperkenalkan Meijer dan motivasinya menjadi donor sperma. Ia percaya bahwa dirinya memiliki gen superior dan ingin menyebarkannya seluas mungkin. Meijer tidak hanya mendonorkan spermanya melalui klinik resmi, tetapi juga secara informal melalui media sosial.

Dalam film dokumenter ini sekilas juga dipaparkan mekanisme teknis donor sperma dilakukan natural yang artinya berhubungan seks secara langsung, atau menggunakan inseminasi buatan, prosedur medis yang bertujuan untuk membantu proses pembuahan dengan cara memasukkan sperma langsung ke dalam rahim wanita.

Alur dari Film dokumenter ini kemudian beralih ke perspektif para ibu yang menggunakan sperma Meijer. Beberapa dari mereka awalnya  merasa senang dan bersyukur karena bisa memiliki anak berkat bantuan Meijer. 

Namun, dalam perjalanannya seiring terungkapnya kebenaran terkait intensitas aksi donor sperma Meijer, mereka merasa tertipu dan marah ketika mengetahui bahwa Meijer telah menjadi ayah dari begitu banyak anak.

Mini seri dokumenter 3 episode ini ditengah-tengah kisahnya mengeksplorasi dampak psikologis dan sosial pada anak-anak yang memiliki banyak saudara kandung dari donor sperma yang sama. Beberapa anak seperti diakui sang ibu merasa bingung dan terisolasi, sementara yang lain membentuk komunitas online untuk saling mendukung.

Di bagian akhir, film ini menyoroti kontroversi dan dilema etis seputar tindakan Meijer. Beberapa pihak menganggapnya sebagai pahlawan yang membantu banyak orang mewujudkan impian mereka memiliki anak. 

Namun, banyak juga yang mengkritiknya karena dianggap tidak bertanggung jawab dan mengabaikan risiko kesehatan yang mungkin timbul dari memiliki banyak anak dengan ayah biologis yang sama.

Di sini, saya mencoba mencerna bahwa kekhawatiran risiko kesehatan ini lantaran ada potensi perkawinan sedarah alias incest, yang memungkinkan anak hasil dari hubungan sedarah itu potensial membawa cacat bawaan.

Oleh sebab itu diakhir kisah dokumenter in diceritakan proses hukum yang meminta Pengadilan Belanda untuk menghentikan aksi donor sperma Meijer.

Hakim di pengadilan ini akhirnya memutuskan Jonathan Jacob Meijer tak boleh lagi mendonorkan sperma baik secara formal melalui bank sperma atau pun informal, apabila tetap melakukannya maka atas setiap aksinya ia akan didenda 100 ribu Euro.

Spesimen sperma Meijer yang masih tersimpan di bank sperma atas perintah pengadilan harus dihancurkan.

Mungkin kisah yang diangkat dalam dokumenter tak begitu relevan dengan kehidupan di Negeri kita, Indonesia ini, lantaran faktor sosio kultural, orientasi seks yang lebih "normal" serta masalah etis dan religuisitas 

Mencuplik dari yang saya saksikan di mini seri dokumenter ini, donor sperma lebih banyak digunakan oleh pasangan sejenis dan orang tua tunggal, hal yang di Indonesia dianggap tabu.

Di Negeri ini, agak sulit ditemui seorang wanita menjadi single parent on purpose, artinya dari awal wanita  ingin punya anak tanpa bapak yang jelas.

Namun demikian, ada banyak pelajaran etis dan moral  yang bisa dipetik dari dokumenter yang kini menjadi bahan perbincangan di negara-negara Eropa ini.

Donor sperma ternyata pelaksanaan dan implikasinya tak sesederhana donor darah. 

Kisah Meijer dalam dokumenter ini bisa menjadi pengingat bagi kita  bahwa teknologi reproduksi, meskipun menawarkan solusi bagi banyak orang, juga menimbulkan pertanyaan etis yang kompleks. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun