Amicus Curiae"Â kepada Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa 16 April 2024 kemarin.
Megawati Sukarnoputri Ketua Umum Partai Demokrasi Indomesia Perjuangan (PDI-P), partai politik yang dalam Pemilihan Presiden 2024 mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD bersama sejumlah partai politik lain, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Partai Perindo, resmi mengajukan "Apa itu Amicus Curiae
Istilah "Amicus Curiae" kemudian menjadi bahan perbincangan baru, kosa kata teknis hukum yang sebelumnya tak terlalu dikenal, sontak merebut perhatian publik.
Mengutip situs Hukumonline.Com, Amicus Curiae atau dalam Bahasa Indonesia disebut "Sahabat Pengadilan" adalah konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga diluar pihak yang berperkara untuk terlibat dalam sebuah peristiwa peradilan.
Berbeda dengan pihak intervensi yang merupakan pihak ketiga yang ikut dalam berperkara, keterlibatan "Sahabat Pengadilan" hanya sebatas memberikan pendapat yang nantinya dapat dipergunakan hakim sebagai salah satu pertimbangan dalam memutus perkara.
Pada umumnya, Amicus Curiae dapat diajukan oleh individu atau kelompok yang memiliki pengetahuan dan kepentingan khusus atas isu yang dibahas dalam persidangan tersebut.
Contohnya, dalam kasus pencemaran lingkungan hidup, organisasi atau pelaku yang bergerak dibidang konservasi alam bisa menjadi Amicus Curiae untuk memberikan pandangan tentang dampak lingkungan dari perkara yang sedang disidangkan tersebut.
Dalam beberapa kasus, Amicus Curiae dapat membuka wawasan atau pendapat serta prespektif yang lebih luas bagi hakim dalam memutuskan kasus yang bersangkutan.
Pada awalnya, Amicus Curiae merupakan tradisi hukum Romawi yang lantas diadopsi ke dalam sistem hukum Common Law seperti di Amerika Serikat.
Seiring berjalannya waktu, "Sahabat Pengadilan" itu banyak ditemukan di negara-negara yang menganut sistem hukum Civil Law seperti di Indonesia.
Secara umum landasan hukum yang dikaitkan sebagai dasar penerimaan konsep  Amicus Curiae di Indonesia adalah Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Ketentuan tersebut mewajibkan hakim untuk menggali dan memperluas sumber informasi yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa dan akan diputus.