Dari situ publik bisa menyimak dengan seksama, apakah program kerja yang mereka janjikan itu masuk akal dan bisa dilaksanakan dengan keterbatasan yang ada, atau tidak.
Baru lah kemudian di acara debat berikutnya ketiga paslon bisa saling berdebat secara langsung.
Apabila pemaparan program kerjanya komprehensif dan argumen yang disampaikannya kuat dan masuk akal, otomatis tujuan lain dari acara Debat Capres dan Cawapres ini agar bisa menjadi referensi para swing voters atau pemilih pemula untuk menentukan pilihannya dapat tercapai.
Lagi pula, menurut sejumlah lembaga penelitian politik, berdasarkan kajian yang telah dilakukan dan berkaca pada Pilpres 2014 dan 2019, acara debat dalam rangka pilpres ini tak berpengaruh besar terhadap elektabilitas masing-masing paslon.
Karena pada dasarnya, para penonton debat cenderung sudah memiliki iman politik yang sangat kuat.
Sementara swing voters cenderung tak terlalu berminat untuk menyaksikan acara debat paslon capres dan cawapres tersebut.
Atau, kalau pun mereka menyimak acara debat, karena secara substansi dan materi debat yang disampaikan para paslon capres itu tak secara tegas menunjukan perbedaan, kurang menukik pada akar masalah dan lebih banyak berkutat pada gimmick politik, para undecided voters ini kesulitan untuk memilah mana yang akan mereka pilih, karena di mata mereka semua paslon ya sama saja.
Jadi, tujuan dari keberadaan acara debat tak tercapai, so buat apa terus dilaksanakan, kecuali hanya sekedar untuk political show semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H