Tokoh utama dalam film ini, Jeng Yah digambarkan sebagai sosok yang kukuh dalam mewujudkan keinginannya dan berani menentang tradisi di masa 1960-an.
Ia coba menerabas pagar-pagar patriaki di industri pengolahan tembakau saat itu, di mana perempuan hanya pantas menjadi buruh linting saja.
Selain itu, dalam relasi sosialnya ia dikenal sangat dingin cenderung soliter, tak terlalu terampil dalam bersosialisasi.
Tapi, ketika hatinya sudah tersentuh, dan cintanya sudah dijatuhkan pada seseorang ia akan berjuang mati-matian(dengan caranya) untuk mempertahankannya hingga titik darah penghabisan.
Genre serial ini sebenarnya semacam romantic movie, dalam balutan sejarah, intrik politik, yang diikat dalam bisnis rokok masa itu.
Menjadi menarik karena kita tahu rokok khas Indonesia yang bernama kretek itu memang memiliki sejarah sangat panjang.
Jatuh bangunnya industri rokok di awal-awal perkembangannya tanpa romantic stories sekalipun sudah sangat menarik untuk disimak.
Secara garis besar serial yang diproduseri oleh Shanti Harmayn tersebut menceritakan sebuah romansa dua anak manusia, yang dalam perjalanannya dihiasi oleh berbagai konflik tradisi dan politik sehingga berdampak panjang bagi keseluruhan orang-orang terdekatnya.
Alurnya maju mundur, antara masa 1960an dan masa tahun 2001-an yang dimasa ini diwakili oleh kehadiran tokoh Arum dan Lebas yang diperankan begitu apik oleh Putri Marino dan Arya Saloka.
Saya sengaja tak menuliskan sinopsisnya dalam tulisan ini, agar mereka yang belum menonton penasaran dan tak mengandung spoiler, yang jelas serial ini memang amazing dan seluruh pemerannya bermain sangat bagus
Sebagai tambahan informasi, mengutip Tempo.co, untuk mendalami karakter Dasiyah dalam film ini yang cenderung penyendiri dan mahal senyum, Dian Sastrowardoyo mengurangi kegiatan bersosialisasi selama 6 bulan