DI tengah hiruk pikuk politik nasional yang kian memanas, investor sepertinya masih terlihat eager untuk tetap berburu cuan dari instrumen keuangan fixed income pelat merah, Obligasi Negara Ritel sub seri ORI024 T3 dan ORI024 T6 yang kini masa penawarannya sedang berlangsung hingga 2 November 2023 mendatang.
Hal tersebut tercermin dari jumlah pemesanan yang menunjukan peningkatan dari hari ke hari. Saat tulisan ini dibuat, Senin (23/10/2023) sekitar Pukul 09.15, seperti yang dikutip dari data salah satu mitra distribusi, Investree,  jumlah pemesanan ORI024 mencapai Rp.9,53 triliun, dari total kuota nasional Rp.15 triliun. Sehingga kuota pemesanan ORI024 yang disiapkan, kuotanya kian menipis  tinggal Rp. 5,47 triliun.
Detail nilai pemesanannya, untuk ORI024 T3 bertenor 3 tahun dengan imbal hasil 6,10 persen per tahun sebesar Rp. 7.73 triliun. Adapun untuk nilai pemesanan ORI024 T6 yang memiliki masa jatuh tempo 6 tahun, berimbal hasil 6,35 persen per tahun, mencapai Rp. 1,81 triliun.
Apabila dibandingankan dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel sebelumnya, ORI023 atau SR019, angka pemesanan SBN ritel seri keenam pada tahun 2023 ini pergerakannya agak lambat.
Hal tersebut dapat dipahami, lantaran arah suku bunga acuan nasional trennya tengah menunjukan kenaikan, menyusul hasil Keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) 4 hari lalu, yang menaikan suku bunga acuan BI sebesar 2t basis poin, dari sebelumnya 5,75 persen menjadi 6 persen.
Kenaikan suku bunga oleh BI ini, seperti yang diungkapkan Gubernur BI, Perry Wardjiyo, bertujuan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah, yang terus tertekan akibat dampak ketidakpastian global, dan sebagai langkah mitigasi terhadap inflasi impor, sehingga nantinya akan mampu mengendalikan tingkat inflasi nasional.
Lazimnya, hubungan antara perubahan suku bunga dengan harga obligasi memiliki karakteristik saling berlawanan. Saat suku bunga naik, maka harga obligasi cenderung turun. Ketika suku bunga naik, maka harga obligasi cenderung naik.
Konsep ini dikenal sebagai hubungan invers atau hubungan berkebalikan dengan fungsi asalnya antara suku bunga dan harga obligasi.
Dalam konteks pemesanan SBN ritel, dalam hal ini ORI024 biasanya situasi ini akan disikapi oleh investor dengan berhitung lebih detil, kemana uang mereka diinvestasikan, dengan membandingkan imbal hasil yang ditawarkan ORI024 dengan instrumen keuangan sehenia lainnya, seperti suku bunga deposito.
Namun demikian, perbankan tak akan serta merta menaikan suku bunga depositonya sesaat setelah BI menaikan suku bunga acuannya, bakal ada jeda waktu ketika akan menaikannya.
Tapi jika berkaca pada kondisi yang sama sebelumnya, perbankan juga tak mungkin menaikan suku bunga deposito secara drastis.
Mengutip keterangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rata-rata suku bunga deposito di bank-bank nasional Indonesia sebesar 3,84 persen per tahun, dan tak mungkin langsung terbang tinggi hingga 5 persen sekalipun.
Oleh sebab itu, sebenarnya imbal hasil yang ditawarkan oleh dua sub seri ORI024 Â masih sangat atraktif dan menguntungkan.
Jadi sebenarnya tak ada alasan untuk menunda berinvestasi di instrumen keuangan fixed income keluar pemerintah yang khusus ditujukan bagi investor ritel domestik ini.
Apalagi kuotanya kian menipis dan waktu penawarannya pun tinggal 9 hari lagi. Dan satu hal lagi, berinvestasi di ORI024 itu bukan hanya perkara kuantitatif yang diukur lewat besaran imbal hasilnya, tapi juga berurusan dengan sesuatu yang kualitatif, lantaran seluruh hasil investasi masyarakat di SBN Ritel akan digunakan sepenuhnya untuk membiayai pembangunan nasional baik yang bersifat hardware, infrastruktur dan lain sebagainya, juga software yang berkaitan dengan pengembangan sunber daya manusia.
Dan pada akhirnya dapat mendorong kemandirian pembiayaan pembangunan nasional.
https://www.djppr.kemenkeu.go.id/sbnritel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H