Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gibran, Sah Menjadi Bacawapres Prabowo, Sikapi Biasa Saja, Tak Perlu Dibawa Sampai Hati atau Jiwa

23 Oktober 2023   06:36 Diperbarui: 23 Oktober 2023   06:52 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo Subianto bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju, akhirnya mengumumkan secara gamblang bahwa bakal calon wakil presiden yang akan menjadi pendampingnya dalam Pilpres 2024 adalah, Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi, yang kini menjabat sebagai Walikota Solo.

"Baru saja Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari delapan partai politik, yang dihadiri lengkap oleh ketum masing-masing dan sekjen masing-masing kita telah berembug secara final, secara konsensus, seluruhnya sepakat mengusung Prabowo Subianto sebagai capres Koalisi Indonesia Maju untuk 2024-2029 dan saudara Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden," ujar Prabowo, seperti yang dilansir Kompas.Com, Minggu(22/10/2023) malam.

Mengetahui kabarnya, terbayang kegaduhan yang bakal terjadi ke depannya akibat keputusan ini. 

Belum diumumkan secara resmi saja keriuhannya sudah demikian luar biasa hingar bingar, paling tidak itu lah yang saya saksikan di media sosial apalagi sekarang sudah diumumkan secara resmi.

Bahkan, menurut salah satu tokoh yang menandatangani Maklumat Juanda, Erry Riyana Hardjapamekas, seperti dilansir Kompas.com, gelombang protes akan bermunculan dimana-mana kalau Gibran menjadi peserta Pilpres 2024.

"Saya pikir akan berdampak sangat negatif, tapi mudah-mudahan tidak anarkis, tapi gelombang protes pasti akan muncul," katanya.

Sebenarnya, pernyataan ini berpotensi membingungkan publik, sejak kapan penetapan seseorang menjadi salah satu peserta Pilpres diprediksi bakal menimbulkan gelombang protes dari masyarakat, terlepas dari kontroversi yang mengiringi prosesnya.

Jika kemudian gelombang protes ini dikaitkan dengan politik dinasti,  kenapa mereka tidak protes saat pertama kali Gibran dicalonkan menjadi walikota Solo, 3 tahun lalu.

Lagipula, menurut Mahfud MD, cawapres paslon dari Koalisi PDIP yang juga ahli hukum tata negara, Dinasti Politik itu tidak dikenal dalam sistem demokrasi kita, yang ada hanya keluarga atau klan politik.

Dinasti politik hanya dikenal dalam sistem pemerintahan monarki. Jadi untuk urusan itu jelas tak ada yang salah.

Tapi apakah majunya Gibran sebagai bacawapres Prabowo, diasumsikan bisa menimbulkan konflik kepentingan mengingat ayahnya saat ini adalah Presiden RI, ya mungkin itu bisa diperdebatkan.

Dan mungkin itu ujungnya ada di masalah etika, karena hingga saat ini tak ada satupun aturan bernegara yang menyatakan dengan jelas bahwa anak presiden tak boleh menjadi calon bupati/walikota, Gubernur,  cawapres atau capres.

Kalau sudah berbicara etika, artinya sanksi bagi seseorang atau sebuah entitas pelanggarnya adalah sanksi sosial. Karena ini konteksnya tentang Pilpres, hukumannya ya jangan dipercayai yang dimanifestasikan dengan tidak memilihnya.

Memangnya ada paksaan bagi rakyat Indonesia untuk memilih paslon Prabowo-Gibran? Kan tidak ada! Silahkan saja bebas memilih paslon capres siapapun itu, sesuka hati masing-masing.

Tak perlu juga mendayu-dayu, merangkai kata yang indah seolah memilih pasangan capres Prabowo-Gibran itu, adalah sebuah dosa, dengan mengatasnamakan demokrasi, kepentingan bangsa dan negara.

Padahal dalam saat bersamaan mendukung paslon lain, dalam Pilpres 2024.

Jika memang rakyat memandang paslon Koalisi Indonesia Maju, Prabowo-Gibran itu tidak beretika, pengkhianat atau cap buruk apapun lagi lah, ya jangan dipilih, sesederhana itu.

Kalau tak ada yang memilih sehebat apapun dan anak siapapun dia ya akan gulung tikar.

Dengan demikian mereka tak akan mempunyai kesempatan untuk berkuasa. Bila perlu seluruh partai yang mendukungnya ya jangan ada yang dicoblos juga, 14 Februari 2024 nanti.

Namun, jika kemudian hasil Pilpres menyatakan paslon capres tersebut menjadi pemenang, sepanjang itu dihasilkan lewat pelaksanaan pemilu yang jurdil, ya harus legowo.

Para elite dalam.kontestasi elektabilitas secara natural pasti akan "membakar "rakyat calon pemilih dengan pilihan diksi agitatif dan propagandis.

Menjelekan pihak lain seraya menaikan nilai jagoannya. Tinggal kita sebagai pemilih memilahnya.

Boleh lah kita mendukung salah satu paslon, tapi cukup hanya sampai nalar saja, jangan dibawa hingga ke hati apalagi jiwa.

Kalaupun nantinya paslon yang kita dukung kalah, tak akan sampai sakit hati apalagi sampai sakit jiwa. 

Biasa ajalah, toh siapapun yang menang dalam Pilpres dan Pemilu 2024, bagi rakyat kondisi yang dirasakan dan dialaminya tak akan berbeda jauh kok dengan saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun