30 September tahun 2023 ini relatif sangat sepi dari isu gorengan G30S. Peristiwa kelam tentang "Kudeta" militer gagal oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terjadi pada tanggal tersebut, 55 tahun lalu.
Padahal, dalam satu dekade terakhir isu G30SPKI ini selalu muncul menjadi gorengan politik para pihak setiap tahun, bahkan saat September baru menapakan dirinya di hari pertama.
Mungkin hal itu terjadi lantaran, para pihak yang selama ini gemar menggoreng isu "PKI" tersebut sudah merasa bosan melakukannya, atau mereka menyadari bahwa menggoreng isu ini tak akan mampu membawa mereka dan seluruh bangsa ini kemana pun.
Meskipun sebagai sebuah  peristiwa sejarah tentu saja akan diingat sampai kapan pun, tapi menjadikannya sebagai isu yang berpengaruh terhadap konstelasi politik kekinian, hal itu sudah obsulete alias usang.
Mengapa isu "PKI" ini mulai diangggap usang untuk terus digoreng secara politik?
Pertama, ideologi komunis yang menjadi pilar ajaran entitas bernama PKI tersebut, kini sudah tak laku lagi di dunia ini, meski masih tetap eksis dengan berbagai improvisasi.
China misalnya yang merupakan merupakan salah satu dedengkot praktisi ideologi komunis setelah Uni Soviet yang telah lama bubar, tak lagi secara murni menjalankan ideologi komunis.
Sistem perekonomian China saat ini cenderung kapitalis, sangat berbeda dengan sistem ekonomi dalam ajaran komunis.
Meskipun secara politis mereka masih menganut ideologi komunis ,tapi itu pun bukan atas dasar keinginan ideologis, lebih cenderung untuk  kepentingan pragmatis para elit yang berkuasa di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Korea Utara negara yang saat ini dianggap sebagai praktisi komunis paling paripurna, liat saja kondisi rakyatnya, kebebasan tak ada dan secara ekonomi pun mereka sulit.
Dengan fakta itu, memang ada masyarakat di dunia ini yang ingin hidup di bawah ideologi komunis? Ya  enggak lah.
Makanya, ideologi komunis sudah tak dianggap sebagai ancaman lagi, meskipun sebagai sebuah ideologi komunis tak akan pernah mati.
Persoalannya, ideologi komunis tidak kompatibel dengan situasi Indonesia saat ini yang penuh keterbukaan dan lebih individualis.
Siapapun yang mencoba mengusung isu komunis dalam politiknya, maka otomatis akan dilawan oleh rakyat Indonesia
Kedua, aat ini secara demografis mayoritas penduduk Indonesia didominasi generasi milenial dan Gen Z yang lahir jauh setelah peristiwa itu terjadi.
Mereka hanya tahu peristiwa tersebut dari pelajaran sejarah di sekolah atau cerita dari generasi sebelumnya, Gen X Atau Baby Boomer.
Gen X, mereka yang lahir antara pertengahan tahun 1960an hingga akhir 1970an, pun tak mengalami langsung peristiwa tersebur, walaupun mengalami tapi usia mereka masih sangat kecil untuk memahami apa yang terjadi saat itu.
Jadi persitiwa G30S,tak lagi relate dengan mayoritas penduduk Indonesia saat ini. Mereka tahunya itu sejarah kelam yang pernah terjadi di Republik ini, dan tak boleh terjadi lagi, itu saja.
Terlebih, setelah sejarah yang tertulis terkait peristiwa itu berubah juga, Â pasca Orde Baru tumbang. Kisah sejarahnya, kini tak tunggal lagi ada banyak versi di dalamnyaÂ
Oleh sebab itu menggoreng isu G30S dengan konstelasi politik kekinian tak lebih dari sebuah kesia-sian belaka. Apalagi pintu yang memungkinkan ideologi komunis berkeliaran di negeri ini sudah ditutup rapat lewat Tap MPR dan aturan-aturan lainnya.
Meskipun dalam prespektif sebagai sebuah kejahatan HAM isu G30S masih terbuka untuk dibahas, itu pun tak langsung berhubungan dengan peristiwa tersebut, tetapi lebih pada pembantaian pasca kejadian G30S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H