Tetapi kondisi internal mereka lah yang membuat dirinya beada di situasi tersebut, sebagian besar dari mereka tak memiliki kemewahan untuk memilih, mereka dipaksa keadaan.Â
Support system yang ada disekitarnya tak memiliki kemampuan untuk mengeleminir dorongan kondisi internal tersebut, oleh sebab itu lah, Literasi keuangan yang baik dan benar menjadi sangat penting bagi seluruh masyarakat Indonesia,karena dalam kehidupan sehari-hari kita dituntut melakukan pengambilan keputusan yang tepat dan hal tersebut tidak terlepas dari aspek keuangan.
Selanjutnya, dengan pemahaman literasi keuangan yang baik dan benar, kita akan mampu bertanggungjawab atas setiap pengambilan keputusan  lantaran telah memahami faktor-faktor pendukung dalam pengambilan keputusan tersebut.
Namun, karena berkelindannya aspek-aspek eksternal dan internal tadi, literasi keuangan pada tataran praksis sangat tidak mudah untuk dilakukan.
Padahal, dalam saat bersamaan, didorong oleh perkembangan masif teknologi digital, inklusi keuangan di tengah masyarakat terus melaju kencang.
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 76/POJK.07/2016, inklusi keuangan adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Inklusi keuangan diharapkan dapat membuat akses masyarakat untuk mendapat layanan produk sektor jasa keuangan yang aman dan terjangkau terutama produk perbankan menjadi lebih mudah,Â
Mengutip catatan Bank Dunia, inklusi keuangan merupakan faktor pendukung utama dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan memiliki akses yang mudah ke lembaga, layanan, dan produk-produk sektor jasa keuangan, masyarakat memiliki potensi yang lebih besar dalam mengakumulasi modal untuk mengembangkan usahanya.
Namun demikian, idealnya tingkat inklusi keuangan itu harus sedikit lebih rendah atau beriringan tak terlalu jauh gapnya dengan level literasi keuangan sebuah masyarakat.
Kenapa idealnya seperti itu, analogi sederhananya begini, kita ibaratkan inklusi keuangan itu sebilah pisau, katakanlah pisau itu barang baru sehingga kita tak begitu memahami kegunaan dan cara menggunakannya, agar bermanfaat positif.