Hal serupa terjadi juga di pasar kerja nasional secara umum, Â lowongan pekerjaan untuk generasi di atas milenial saat ini nyaris tak ada, kecuali dalam jumlah yang sangat kecil untuk level manajerial tingkat atas.
Tak dapat dipungkiri apa yang terjadi di Indonesia adalah prasangka atau diskriminasi terhadap individu berdasarkan usia yang biasanya di sebut Ageisme.
Diskriminasi apapun dasar dan bentuknya seharusnya tak terjadi, sama saja seperti rasisme atau bias gender.
Sayangnya, ageisme terhadap mereka yang berusia setengah baya di atas 40 tahun dianggap biasa saja, bahkan seperti memperoleh dukungan dari semua pihak.
Kalimat saktinya, "masa depan negeri ini ada di tangan generasi muda." Tak ada yang salah memang, tapi mestinya diingatkan juga, generasi muda itu tak akan ada kalau tidak ada generasi di atasnya.
Apa yang bakal dinikmati oleh generasi muda, juga hasil kerja generasi sebelumnya. Mestinya apapun generasinya harus diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama.
Dalam hal mendapatkan pekerjaan misalnya, uji saja secara meritokratis, bukan dibatasi berdasarkan usianya.
Bicara tentang ageisme di dunia kerja, munculnya pembatasaan usia dalam lowongan kerja dapat  menjadi masalah.
Pasalnya, orang-orang berusia di atas 30 atau 40 tahun yang notebenenya masih tergolong usia produktif menjadi kesulitan mendapat pekerjaan.
Padahal, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan.Â