Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akar Beringin Partai Golkar Memang Kuat, tapi Tak Menghasilkan Buah Ranum yang Memikat

3 Agustus 2023   12:35 Diperbarui: 3 Agustus 2023   12:50 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai sebuah partai, saya kira ketangguhan Partai Golkar sudah teruji, strukturnya sangat kuat, jaringannya luas, dan loyalitas kadernya tak diragukan lagi.

Bayangkan saja saat reformasi 1998 berlangsung, Golkar dalam posisi sangat genting, karena diasosiasikan sebagai kendaran politik Soeharto dan Orde Baru-nya, Golkar menjadi semacam musuh bersama masyarakat Indonesia yang habis dibully bahkan sempat terancam akan dibubarkan.

Namun satu tahun setelahnya, pada saat Pemilu pertama pasca reformasi pada 1999, Golkar secara ajaib menjadi partai terbesar ke-2 dengan raihan suara 22,43 persen dari total suara, di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang saat itu menjadi pemenangnya

Begitu pun pada pemilu -pemilu berikutnya, meskipun sempat dibekukan oleh Presiden Gus Dur, melalui dekrit yang  dikeluarkan pada Juli 2001, setelah dekrit itu dibatalkan Mahkamah Agung, Golkar kembali mampu bertarung sehingga masuk sebagai partai papan atas. Puncaknya pada Pemilu 2004, Golkar menjadi pemenang dengan meraih 21,57 persen dari total suara.

Lima tahun kemudian saat Partai Demokrat merajai raihan suara dan menjadi pemenang Pemilu 2009 dengan 20,81 persen suara, walaupun suaranya merosot menjadi tinggal 14,45 persen, Golkar masih menjadi runner-up.

Pada Pemlu 2014, capaian Golkar memang tak banyak berubah dari Pemilu 2009 dengan raihan 14,75 persen suara. Posisinya berada diurutan ledua setelah PDIP.

Dalam Pemilu berikutnya pada tahun 2019, Golkar meraih suara sebanyak 17,23 juta atau 12,37 persen dari total suara. Posisinya menurun berada di tiga besar di bawah PDIP dan Partai Gerindra.

Padahal saat mendekati Pemilu dihantam gonjang-ganjing internal setelah pada tahun 2017, Ketua Umum Golkar saat itu Setya Novanto terjerat kasus korupsi  e-KTP yang dengan berbagai dramanya menjadi sorotan publik

Dengan fakta dan data di atas, intinya secara kolektif mesin Partai Golkar sebagai pengumpul suara  sangat bisa diandalkan, terlepas pasang surut yang terjadi di internalnya atau pun pengaruh dari external.

Sayangnya, entah karena sistem organisasi di internalnya atau sebab lain, dalam setiap pemilu, Golkar hampir selalu tak mampu menghadirkan figur kuat,  yang memiliki elektabilitas tinggi untuk menjadi calon pemimpin bangsa dari kadernya sendiri.

Mungkin hanya ada satu nama dari Partai Golkar pasca reformasi yang lumayan moncer yaitu mantan Ketua Umumnya Jusuf Kalla.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun