Urusan sepakbola Indonesia ini sepertinya tak pernah bisa benar-benar anteng, tanpa polemik. Masalah satu belum kelar, datang lagi kasus berikutnya.
Meskipun sebagian diantara masalah itu lebih banyak dibumbui oleh urusan lain di luar sepakbola itu sendiri.
Kali ini masalah yang mulai naik kepermukaan adalah persoalan rasisme, yang berpotensi membuat kompetisi liga  kasta tertinggi di Indonesia, Liga 1, yang baru bergulir selama 2 pekan dihentikan sementara.
Mengutip Kompas.com, persoalan baru di sepakbola Indonesia ini bermula dari pertandingan pekan perdana antara Persija Jakarta vs PSM Makasar yang kemudian menyisakan kasus rasisme.
Tindakan yang ditenggarai sebagai laku rasis itu memang tak terjadi saat pertandingan yang berakhir dengan skor seri 1-1 itu berlangsung, tak terjadi di dalam stadion, tapi mengular dan mengalir liar di media sosial, pasca laga itu berakhir.
Setidaknya ada 3 pemain PSM Makasar, yakni Yuran Fernandes, Yance Sauri, dan Erwin Gutawa yang terkena ujaran rasisme dari warganet di dunia maya.
Aksi menjijikan dari segelintir netizen yang diduga supporter sepakbola Indonesia itu, menarik perhatian Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) yang lantas mengambil sikap cukup keras.
Setelah berkomunikasi dengan 3 pemain PSM korban rasisme tersebut, APPI memutuskan untuk mendampingi korban dan membawa kasus ini ke ranah hukum.
Selain itu, APPI juga menyarankan Kompetisi Liga 1 musim 2023/2024 yang baru saja bergulir dihentikan untuk sementara.
Persoalan ini sampai juga ke telinga Ketua Umum PSSI Erick Thohir, yang kemudian memberi sinyal bahwa ia sepakat menghentikan kompetisi Liga 1 untuk sementara hingga penyelidikan lebih lanjut dilakukan.
Erick pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap kasus rasisme yang terjadi di dunia sepakbola Indonesia.
Sebenarnya, kasus rasisme dalam dunia sepakbola dan olahraga pada umumnya menjadi masalah laten di seluruh dunia.
Namun, menghentikan untuk sementara kompetisi yang baru saja dimulai itu sepertinya terlalu berlebihan.
Apalagi tindakan rasisme itu dilakukan di dunia maya, bukan di stadion seperti kasus rasisme di La Liga Spanyol yang menimpa pemain Real Madrid asal Brazil, Vinicius Junior beberapa waktu lalu.
Operator La Liga dan pihak berwenang Spanyol memilih melanjutkan kompetisi seraya tetap melakukan penyelidikan dan tindakan tertentu untuk menangani rasisme yang terjadi.
Tak menghentikan kompetisi baik secara temporer maupun permanen bukan berarti membiarkan tindakan menjijikan seperti rasisme itu.
Rasisme dalam bentuk apapun, terhadap siapapun, dibidang manapun harus dihentikan, apalagi di dunia sepakbola yang menjunjung tinggi sportmanship.
Namun, faktanya rasisme masih terus saja terjadi dan itu merupakan masalah persisten dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dunia sepakbola.
Rasisme di dunia sepakbola terjadi dalam beragam bentuk, misalnya perilaku diskriminatif terhadap pemain, suporter secara verbal, teks maupun isyarat-isyarat tertentu seperti menirukan suara binatang yang ditujukan pada seseorang.
Selain itu, diskriminasi rasial di sepakbola kadang terjadi pula dalam kebijakan transfer dan rekrutmen pemain.
Pemain yang menjadi korban rasisme, sering mengalami dampak psikologis serius. Hal ini juga pada akhirnya akan merusak citra sepakbola secara keseluruhan.
Tindakan rasisme yang dilakukan oleh supporter terhadap pemain yang terjadi di dunia sepakbola Indonesia saat ini, menandakan bahwa kapasitas sumber daya manusia supporter Indonesia masih rendah, butuh literasi bagaimana mencintai sepakbola secara benar.
Dan literasi itu harus disampaikan oleh para pemangku kepentingan sepakbola Indonesia. Artinya edukasi kepada suporter terkait isu rasisme tersebut harus terus menerus dilakukan.
Kembali ke kasus 3 pemain PSM Makasar ini, penanganannya bukan berarti dengan cara menghentikan kompetisi yang baru saja bergulir.
Sangat bisa kok kasus ini ditangani secara simultan, kompetisi berjalan, penyelidikan dan penanganan kasusnya dilakukan.
Jika harus ada yang dihukum untuk memberi efek jera agar pelecehan rasial dalam sepakbola tak terus berlangsung, ya hukum saja individu yang melakukannya.
Tak terlalu sulit menelusuri siapa saja yang melakukan rasisme melalui media sosial tersebut, libatkan polisi cyber dan pihak lain yang mumpuni di bidang IT dalam penyelidikannya.
Bila perlu tangkap dan umumkan mereka yang melakukan ujaran kebencian rasial itu ke publik, agar suporter belajar dan tahu bahwa rasisme itu tak bisa ditolelir dalam bidang apapun terutama sepakbola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H