Sebenarnya, kasus rasisme dalam dunia sepakbola dan olahraga pada umumnya menjadi masalah laten di seluruh dunia.
Namun, menghentikan untuk sementara kompetisi yang baru saja dimulai itu sepertinya terlalu berlebihan.
Apalagi tindakan rasisme itu dilakukan di dunia maya, bukan di stadion seperti kasus rasisme di La Liga Spanyol yang menimpa pemain Real Madrid asal Brazil, Vinicius Junior beberapa waktu lalu.
Operator La Liga dan pihak berwenang Spanyol memilih melanjutkan kompetisi seraya tetap melakukan penyelidikan dan tindakan tertentu untuk menangani rasisme yang terjadi.
Tak menghentikan kompetisi baik secara temporer maupun permanen bukan berarti membiarkan tindakan menjijikan seperti rasisme itu.
Rasisme dalam bentuk apapun, terhadap siapapun, dibidang manapun harus dihentikan, apalagi di dunia sepakbola yang menjunjung tinggi sportmanship.
Namun, faktanya rasisme masih terus saja terjadi dan itu merupakan masalah persisten dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dunia sepakbola.
Rasisme di dunia sepakbola terjadi dalam beragam bentuk, misalnya perilaku diskriminatif terhadap pemain, suporter secara verbal, teks maupun isyarat-isyarat tertentu seperti menirukan suara binatang yang ditujukan pada seseorang.
Selain itu, diskriminasi rasial di sepakbola kadang terjadi pula dalam kebijakan transfer dan rekrutmen pemain.
Pemain yang menjadi korban rasisme, sering mengalami dampak psikologis serius. Hal ini juga pada akhirnya akan merusak citra sepakbola secara keseluruhan.
Tindakan rasisme yang dilakukan oleh supporter terhadap pemain yang terjadi di dunia sepakbola Indonesia saat ini, menandakan bahwa kapasitas sumber daya manusia supporter Indonesia masih rendah, butuh literasi bagaimana mencintai sepakbola secara benar.