Hitung-hitungan ini berdasarkan jumlah pemudik yang diperkirakan sebanyak 123,8 juta orang dikalikan dengan perkiraan rata-rata spending para pelaku mudik yang berkisar di angka Rp 2 juta per orang.
Proyeksi ini, linier dengan analisis yang dilakukan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno yang menyebutkan untuk sektor pariwisata saja perputaran uang saat mudik lebaran tahun 2023 ini akan mencapai Rp.150 triliun.
"Maka kita menargetkan perputaran ekonomi di sektor parekraf tahun ini antara Rp100 sampai 150 triliun. Mudah-mudahan ini bisa membangkitkan ekonomi di daerah selama periode mudik libur Lebaran," kata Sandi, seperti dilansir Merdeka.com.
Jumlah perputaran uang yang sangat fantastis, mengingat hanya terjadi dalam rentang waktu yang singkat sekitar satu atau dua pekan menjelang dan sesudah lebaran.
Jika benar proyeksi APINDO tersebut, artinya angka tersebut setara dengan 9 persen APBN Indonesia tahun 2023 atau sekitar 1,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2022.
Angka-angka statistik ini, cukup realisitis mengingat hampir sebagian masyarakat Indonesia, menyisihkan sebagian pendapatannya untuk kebutuhan tahunan ini.
Apalagi ditambah dengan gelontoran THR, yang wajib ditunaikan oleh para pemberi kerja terhadap karyawannya. Hal yang menjadi amunisi tambahan kebutuhan belanja selama mudik. Langkah yang tak kalah kontributif adalah uang dari aktivitas  Infaq, Sodakoh dan zakat.
Pada bulan Ramadhan, biasa sebagian besar masyarakat muslim Indonesia mendadak dermawan, plus adanya kewajiban bagi umat muslim untuk membayar zakat fitrah.
Ratusan triliun berputar dari kota besar ke kota kecil, dari kota ke desa, dari desa ke dusun. Secara agregat, value of money-nya tak hanya berbentuk uang tunai, tetapi bisa juga dalam bentuk barang seperti baju baru, gadget dan barang elektronik, kendaraan bermotor dan berbagai kebutuhan lainnya.
Dalam pendekatan teori ekonomi, hal itu bisa disebut sebagai redistribusi kekayaan, yakni perpindahan kekayaan (aset) dari satu daerah ke daerah lain atau dari satu individu ke individu lain.
Tak pelak, mudik dengan segala drama dan dinamikanya, bukan hanya perkara sosio kultural dan spritual tapi "ekonomi banget"