Saat Ramadhan tiba, para perantau ini kerap berada dalam situasi sentimentil pada momen estetik puasa di mana mereka berasal, alhasil kerinduan untuk kembali ke "akarnya" membuncah nyaris tak tertahankan.
Momen yang kemudian menjadi bagian dari kembali menziarahi identitas kultural diri sebagai "orang kampung" sekaligus menuntaskan rasa rindu kepada keluarga.
Selain sebagai bagian dari sosio kultural yang kental dengan muatan spiritual, karena mobilitasnya begitu masif, tentunya akan diikuti oleh pergerakan uang, peristiwa mudik telah menjadi peristiwa ekonomi penting dalam siklus ekonomi Indonesia.
Momen Ramadhan dengan mudiknya, menjadi harapan bagi para pemangku kepentingan perekonomian nasional untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi negeri kita tercinta ini.
Mudik biasanya menghasilkan tingkat perputaran uang cepat, berjumlah besar dalam jangka waktu yang pendek, kondisi ini dalam teori ekonomi disebut Velocity of money.
Dampaknya, akan mendorong produksi barang dan jasa  yang bakal dirasakan betul oleh para pelaku ekonomi riil terutama kelompok usaha UMKM.
Dengan demikian, aliran "uang kota" yang mengalir bersamaan dengan datangnya pemudik dapat menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah.
Bank Indonesia memperkirakan perputaran uang tunai saja saat Ramadhan dan Lebaran dengan mudiknya tersebut akan mencapai Rp.195 triliun.
Jumlah itu naik 8,22 persen dibandingkan Ramadhan dan Lebaran tahun 2022 lalu, yang realisasinya sebesar Rp.180,2 triliun.
Atas dasar prediksi itulah BI sebagai otoritas moneter menyiapkan uang tunai untuk kebutuhan Ramadhan dan Lebaran rakyat Indonesia senilai proyeksi perputaran uang tunai, yakni sebesar Rp.195 triliun.
Sementara,menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mudik tahun 2023 ini diproyeksikan akan menghasilkan perputaran uang secara agregat sebesar Rp. 246 triliun.