Dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Keuangan, Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) satu sektor koperasi, yakni Koperasi Simpan Pinjam (KSP), pengawasan dan pengaturannya akan menjadi salah satu kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki dengan diawasi OJK diharapkan bisa memberikan kepastian hukum kepada para pelaku maupun nasabah KSP.
Pasalnya, di dalam aturan yang berlaku saat ini, yaitu Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian, pengawasan Koperasi dilakukan oleh koperasi itu sendiri, ibarat jeruk makan jeruk.
Bahkan, Kemenkop UMKM pun di aturan tersebut tak memiliki kewenangan khusus dalam melakukan pengawasan terhadap bergulirnya roda kegiatan di KSP.
Selama ini, apabila ada kasus yang melibatkan KSP dengan nasabahnya, pemerintah tak bisa terlalu banyak ikut campur, biasanya penyelesaiannya dilakukan lewat Pengadilan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), yang lumayan rumit dan membutuhkan waktu penyelesaian panjang.
Dengan kondisi seperti itu, tak heran jika kemudian dalam beberapa tahun terakhir banyak sekali kasus "investasi bodong" berkedok jenis usaha Koperasi Simpan Pinjam dengan modus operandi serupa, yakni iming-iming imbal hasil besar lewat penempatan dana kecil.
Yang paling menghebohkan karena nilai kerugian masyarakat mencapai Rp. 106 triliun adalah kasus KSP Indosurya yang kini tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Selain Indosurya, saat ini Satuan Tugas Penanganan Koperasi Bermasalah  juga sedang berkoordinasi dengan Kejagung dalam menangani kasus 7 KSP lain yang mengalami gagal bayar kepada para nasabahnya, yaitu KSP Intidana, KSP Sejahtera Bersama, KSP Timur Pratama, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSP Pracico Inti Utama, KSP Lima Garuda, dan Koperasi Jasa Wahana Berkah Santosa.
Mengutip Kompas.com, total kerugian akibat KSP yang berstatus PKPU itu mencapai Rp.26 triliun.
Sebelumnya, ada pula kasus serupa yakni KSP Cipaganti Karya Guna Persada, KSP Langit Biru, dan KSP Pandawa Mandiri Grup mereka merugikan masyarakat lebih dari Rp.6 triliun.
Dalam kesempatan lain, OJK merilis laporan kuartal II-2022 tentang penghentian 205 entitas usaha pinjol tak berizin atau ilegal yang dipublikasikan pertengahan Agustus 2022.
And you know what, dari 205 entitas pinjol ilegal yang dibredel OJK tersebut, 65 entitas diantaranya beroperasi dengan menggunakan label Koperasi Simpan Pinjam.
Dengan aturan yang berlaku saat ini, idealnya Koperasi atau asosiasi yang membawahi ribuan koperasi itulah yang harus menyelesaikannya, jika permasalahan seperti contoh kasus di atas terjadi.
Namun seperti kita tahu, "Koperasi" tak mampu menyelesaikannya sendiri, dispute antara mereka dengan nasabahnya, diujung kasusnya selalu menyeret pemerintah, dalam hal ini kementerian dan lembaga negara yang berhubungan dengan masalah keuangan seperti Kemenkop UMKM, Bank Indonesia, Kemenkeu atau OJK.
Fakta-fakta ini lah yang kemudian menjadi dasar pemikiran Pemerintah, untuk memberikan mandat pengawasan dan pengaturan Koperasi Simpan Pinjam kepada OJK.
Koperasi itu bukan entitas eksklusif yang tak boleh diawasi, apapun alasan mereka. Terlepas siapapun yang mengawasinya.
Karena dengan pengawasan potensi fraud akan lebih terkendali sehingga menjadikan Koperasi memiliki tata kelola yang baik.
Dengan demikian, perkembangan koperasi bakal lebih robust sekaligus memiliki kemampuan manajerial yang lebih tertata.
Oleh sebab itu, selain untuk kepastian hukum bagi para pelaku dan konsumennya, Â pengawasan yang terstandar dengan jelas dan pasti, diharapkan dapat merespon tantangan saat ini dan yang akan datang, dalam membangun sebuah kerangka sektor keuangan yang berkeadilan, kredibel, dan dipercaya.
Sebenarnya aturan KSP ada dibawah supervisi dan pengaturan OJK ini sudah pernah diterbitkan dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian, tetapi pemberlakuannya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi  pada awal 2014, setelah digugat oleh Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GPRI) Provinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Pusat Koperasi An-Nisa Jawa Timur, Pusat Koperasi Bueka Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia.
Alasan MK mengabulkan permohonan penggugat, karena UU 17/2012 tentang Perkoperasian tersebut kehilangan roh gotong royong yang menjadi ciri khas koperasi, lebih cenderung berjiwa korporasi.
Da itu menurut MK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga MK membatalkan seluruh materi muatan undang-undang tersebut.
Agar tidak ada kekosongan hukum maka MK memberlakukan kembali UU nomor 25/1992 tentang perkoperasian yang berlaku hingga saat ini.
Nah, persoalan serupa bisa saja muncul jika RUU-PPSK terkait perkoperasian ini, pembahasannya tak dilakukan secara hati-hati, mendalam dan komprehensif dengan melibatkan seluruh stakeholder.Â
Suara-suara penolakan terkait otoritas pengawasan dan pengaturan KSP menjadi kewenangan OJK meski belum pasti diundangkan sudah bermunculan di sana-sini.
Forum Komunikasi Koperasi Indonesia (Forkopi) melalui Ketua Umum-nya Andi Arslan, menolak Pasal 191, 192, dan 298 dalam RUU PPSK yang menempatkan Koperasi Simpan Pinjam di bawah supervisi OJK.
Alasan yang mereka gunakan nyaris serupa dengan gugatan terhadap UU 17/2012 tentang Perkoperasian yakni koperasi adalah entitas ekonomi gotong royong dan kekeluargaan, sedangkan OJK pendekatannya cenderung ke korporasi.
"Kami menolak akan hal itu (RUU PPKS) karena memang prinsip dasar dan asas koperasi berbeda. Koperasi bersifat gotong royong dan kekeluargaan dan juga mempunyai self regulation, di mana regulasi itu sangat berbeda dengan OJK," kata Andi, seperti dilansir Kompas.Com.
Penolakan senada juga disampaikan,organisasi koperasi lain yakni Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Mereka meminta pasal-pasal yang mengatur KSP nantinya akan berada di bawah pengaturan dan pengawasan OJK di drop dari RUU-PPSK.
Mereka meyakini di bawah pengawasan OJK yang memang rigid, koperasi tak akan mampu bergerak untuk memberi manfaat kepada para pelaku dan anggotanya.
Namun, mereka lupa KSP-KSP tersebut saat ini kebanyakan tak hanya berbentuk tertutup (close loop) yang terbatas pada transaksi simpan pinjam anggotanya saja, tetapi juga terbuka (open loop) yang memungkinkan masyarakat luas meminjam atau menyimpan uangnya di sana.
Apabila tak diawasi dengan ketat, apalagi hanya diawasi oleh koperasi itu sendiri yah kasus-kasus seperti Indosurya, Intidana, Langit Biru atau Pandawa akan terus berulang, yang pastinya akan merugikan masyarakat.
Ujungnya jika hal tersebut terus terjadi, kepercayaan masyarakat terhadap Koperasi yang tadinya diharapkan menjadi soko guru ekonomi Indonesia akan tergerus hingga titik nadir, dan koperasi sebagai sebuah entitas ekonomi akan menjadi tinggal kenangan, yang keberadaannya hanya ada dalam buku sejarah.
Supaya hal tersebut tidak terjadi semua pihak harus duduk bersama, merumuskan formula yang jitu bagaimana mengawasi KSP tanpa harus terlalu rigid, sehingga para anggotanya yang rata-rata belum masuk kategori bankable masih tetap bisa menggunakan layanan KSP, tetapi juga efektif mencegah kemungkinan fraud terjadi.
Menurut sejumlah informasi yang saya dapatkan, nantinya dalam pengawasan dan pengaturannya, KSP akan dikelompokkan ke dalam dua tier utama, tier pertama adalah KSP skala menengah besar yang pengawasannya langsung berada di bawah OJK. Sedangkan tier kedua, KSP skala kecil pengawasannya akan didelegasikan kepada dinas-dinas koperasi setempat dengan supervisi dan aturan yang dibuat oleh OJK.
Nah, dalam RUU-PPSK tersebut memang belum mengatur secara detil ambang batas atau threshold, skala dua tier tersebut. Nantinya hal tersebut akan diatur dalam Peraturan yang dikeluarkan oleh OJK.
Dalam buku bertajuk "Cooperative financial institutions: A review of the literature"mengutip Coelho, Sovranos, Mozzila, dan Yu, adalaj sebuah kelaziman jika institusi pengawasan keuangan seperti OJK di Indonesia mengawasi KSP, hal yang sama juga dilakukan dibanyak negara di dunia.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat kewenangan pengawasan Credit Union yang memiliki irisan karakteristik dengan KSP dilalukan oleh institusi negara khusus yang bernama National Credit Union Administration (NCUA).
NCUA dibagi menjadi pengawas di level federal dan negara bagian, entitas Credit Union dengan asset di atas US$ 10 milyar maka pengawasannya di level federal, sedangkan yang dibawahnya pengawasannya dilakukan oleh NCUA negara bagian.
Di Australia, kewenangan pengawasan terhadap lembaga keuangan berskala kecil sejenis KSP dilakukan oleh Australian Prudential Regulation Authority.
Lain lagi di Brazil, Sentral Bank mereka Banco Sentral do Brasil memiliki satu unit khusus yang didirikan untuk mengawasi organisasi ekonomi masyarakat semacam KSP bersama-sama dengan pengawasan lembaga keuangan non bank (IKNB).
Pengawasan oleh bank sentral seperti yang dilakukan di Brasil juga dilakukan di Irlandia, meski kalau di salah satu negara Britania Raya ini Bank Sentral secara langsung mengawasi entitas semacam KSP tersebut.
Di China, pemerintah China menugaskan China Banking and Insurance Regulatory Commission untuk mengawasi lembaga keuangan berskala kecil dan menengah serupa KSP.
Hal lain yang tak kalah penting dalam aturan baru tersebut ada baiknya selain mengawasi dan mengatur KSP,Pemerintah juga memikirkan untuk membentuk penjamin simpanan KSP dengan karakteristik seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), atau bisa saja dimasukan ke dalam LPS dengan aturan main berbeda.
Well, pada intinya sih siapapun yang nantinya diberi kewenangan untuk menjadi pengawas, pengatur dan pembina KSP, aturannya harus jelas, prinsipnya mengambalikan kembali marwah Koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia.
OJK sendiri kelihatannya tidak dalam posisi meminta bahkan sempat menolak kewenangan pengawasan tersebut seperti diungkapkan Komisioner bidang  IKNB Ogi Prastomiyono
"OJK dari awal sudah menolak," kata Ogi, seperti dilansir CNNIndonesia.
Alasannya, karena pada dasarnya koperasi memiliki prinsip dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota.Tetapi dalam perkembangannya setelah melakukan diskusi panjang dengan Kemenkop UMKM, Kementerian Keuangan dan para pemangku kepentingan lain, OJK ditunjuk menjadi pengawas Koperasi
Meski belum pasti karena masih berproses, jika RUU-PPSK mengharuskan OJK terlibat sebagai pengawas dan pengatur pasti akan dijalankan sebaik mungkin. Apabila yang terjadi sebaliknya, OJK pasti akan membantu dengan cara yang berbeda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI