Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Petani Tembakau dan Pemahaman terhadap Kebijakan Pemerintah Menaikan Cukai Rokok

5 November 2022   18:05 Diperbarui: 6 November 2022   13:42 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh produk tembakau  antara lain penyakit kardiovaskuler (jantung dan stroke) berbagai penyakit kanker, mulai dari kanker mulut, kanker tenggorokan, kanker paru-paru, leukimia, kanker payudara hingga kanker serviks.

Menurut data yang dirilis Universitas Indonesia pada tahun 2010, lebih dari 190 ribu orang meninggal dunia per tahun akibat penyakit yang berhubungan dengan konsumsi tembakau di Indonesia.

Selain buruk bagi kesehatan, merokok pun menyumbangkan keburukan serupa untuk lingkungan. Menurut VapeMagz yang terbit 17 Desember 2018, setiap perokok berkontribusi melepaskan 0,03 ton karbondioksida saat ia menghabiskan sebatang rokok.

Selanjutnya, seorang perokok rata-rata membuang puntungnya sebanyak 430.700 puntung rokok sepanjang hidupnya, dan puntung ini mencemari lingkungan dengan 600 bahan kimia tadi.

Lebih jauh lagi, Lembaga Penelitian ocean conservatory Amerika Serikat, menemukan bahwa sampah yang paling banyak ditemukan di lautan adalah puntung rokok.

Dengan segala keburukannya tersebut saya masih terus saja menghisap rokok, meskipun deep down in my heart and mind ingin sekali menghentikan kebiasaan merokok tersebut, tetapi tak semudah yang dibayangkan.

Oleh sebab itu, ketika pemerintah terus menerus menaikan tarif cukai rokok, meskipun kesal, tapi saya bisa memahami dan tak menyalahkan mereka, karena meskipun legal dan menghidupi banyak orang, rokok tetap merupakan barang yang sangat berbahaya yang peredaran dan produksinya harus dikontrol oleh negara.

Dan cukai ini lah adalah instrumen fiskal yang bisa digunakan untuk mengendalikannya, agar para perokok dan calon perokok berpikir dua kali karena harga belinya menjadi mahal.

Saya mulai merokok sejak harga rokok yang biasanya saya hisap berharga Rp 2.500 per bungkus hingga saat ini naik terus hingga mungkin berpotensi menembus harga Rp 40.000 per bungkus saat kenaikan cukai tahun ini diterapkan.

Hal tersebut, menandakan bahwa memang kenaikan cukai yang berimbas naiknya harga jual rokok tak serta merta akan membuat perokok  menghentikan kebiasaannya, paling tidak, tak terjadi terhadap saya.

Tetapi dengan kenaikan harga tersebut membuat saya mengurangi intensitas dan kuantitas rokok yang saya hisap, dari sebelumnya satu bungkus habis dalam 24 jam, kini baru habis 48 jam atau 2 hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun