Surat Berharga Negara (SBN) Ritel Seri ORI 022 yang memiliki tenor selama 3 tahun dan akan jatuh tempo pada 15 Oktober 2025, hingga penutupan masa penawaran pada 20 Oktober 2022 pekan lalu berhasil menyerap dana sebesar Rp. 13,02 triliun.
Serapan dana sebesar itu di atas target awal penjualan ORI 022 yang dipatok oleh Pemerintah di angka Rp.10 triliun.
Terlampaui target serapan dana tersebut merupakan manifestasi dari animo besar masyarakat dalam berinvestasi dan promosi serta sosialisasi para pihak yang terlibat mulai dari mitra distribusi hingga Direktorat Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan selaku prinsipal.
Hal ini juga membuktikan bahwa appetite publik untuk berinvestasi sangat tinggi, sayangnya instrumen investasi yang mudah, murah, dan aman serta imbal hasilnya menarik seperti SBN-Ritel itu jarang bisa didapatkan di pasar investasi nasional.
Oke lah ada instrumen keuangan lain seperti reksadana yang relatif mudah dan imbal hasilnya menarik, tetapi risikonya lebih komplek untuk dikelola investor dibanding SBN-ritel seperti ORI.
Dalam reksadana, ada risiko pengelolaan investasi dilakukan secara tak kredibel yang membuat nilai aset bersih (NAB) melorot hingga di bawah nilai investasi awalnya.
Memang ada sistem rating atau agregasi yang dilakukan pihak pengelola bursa atau lembaga pemeringkat untuk menentukan mana manajer investasi yang keren dalam mengelola reksadananya mana yang jeblok.
Namun, untuk membaca hasil pemeringkatannya saja butuh pengetahuan lebih, sesuatu hal yang tak dimiliki oleh investor publik atau ritel terutama investor pemula.
Selain reksadana, ada juga instrumen investasi lain yang lebih managable risikonya seperti obligasi perusahaan, sayangnya untuk berinvestasi di instrumen keuangan ini tak murah.
Butuh modal investasi besar agar bisa membeli obligasi perusahaan, sesuatu hal yang tak banyak dimiliki oleh investor ritel.
Oleh sebab itu ketika Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu merilis SBN Ritel yang relatif aman karena penerbitan, pengelolaan dan kepastian pembayaran imbal hasil dan modal awal investasinya di jamin undang-undang sehingga tak mungkin default, mudah lantaran bisa ditransaksikan lewat online dan murah karena dengan uang Rp. 1 juta pun sudah bisa berinvestasi, makanya animo masyarakat untuk membeli SBN ritel sangat tinggi.
Selain itu, ada hal lain sebenarnya yang diinsyafi oleh investor publik bahwa dengan berinvestasi di SBN ritel, masyarakat secara langsung ikut membantu negara secara langsung dalam membangun Indonesia, karena seluruh hasil dari dana yang mereka investasikan setelah dikurangi biaya penerbitannya akan sepenuh dimasukan ke dalam APBN yang akan dipergunakan untuk membiayai  pembangunan berbagai fasilitas yang pada akhirnya juga akan dinikmati masyarakat.
Artinya investor publik akan mendapat dua keuntungan sekaligus dengan berinvestasi di SBN ritel, pertama imbal hasil yang sangat menarik dan kedua menikmati hasil pembangunan berupa berbagai fasilitas yang berasal dari investasinya tersebut.
Oleh sebab itu, tak heran jika SBN ritel seperti ORI 022 laris manis diminati masyarakat.Â
Seperti dilansir situs DJPPR Kemenkeu, investor yang berinvestasi di ORI 022 Â dengan imbal hasil sebesar 5,95 persen per tahun tercatat mencapai 39.527 investor.
Dan 42,8 persen atau sebanyak 16.926 diantaranya merupakan investor baru. Sebaran investornya pun cukup luas hampir di seluruh provinsi di Indonesia, meskipun masih dominan dari wilayah Jabodetabek.
Jika mengacu pada klasifikasi usia, generasi milenial mendominasi jumlah investor ORI 022 yakni sebesar 45,6 persen.Â
Dalam hal sebaran besaran investasi atau disebut tingkat keritelan, ORI 022 mencatatkan rata-rata pemesanan Rp. 329,3 juta per investor.
Terdapat, 2.962 investor atau 7,5 persen dari seluruh jumlah investor yang melakukan pemesanan dengan nilai minimal sebesar Rp. 1 juta.
Dengan fakta dan data  di atas, terdapat beberapa hal yang  bisa dicermati, pertama, masyarakat Indonesia sebenarnya memiliki keinginan kuat untuk berinvestasi, tapi investasi itu harus aman, nyaman, murah, dan mudah serta imbal hasil menarik.
Kedua, instrumen investasi seperti SBN ritel sangat diminati untuk itu, mungkin Pemerintah bisa lebih banyakmenerbitkan instrumen keuangan seperti itu.
Harapannya, ke depan Kemenkeu bisa merancang instrumen investasi lebih baik lagi dengan memerhatikan rasa kenyamanan dan keamanan dalam berinvestasi, agar mereka tak terjebak dalam investasi abal-abal.
Selain itu sosialisasi terkait hal ini perlu lebih digencarkan, meskipun saat ini pun sudah baik.Â
Nah, sebagai tambahan informasi,Kemenkeu melalui DJPPR akan menerbitkan SBN ritel terakhir untuk tahun 2022 pada November bulan depan, yakni Seri Sukuk Tabungan (ST) 009.
Seri ini berbasis syariah dan tak bisa diperjualbelikan kembali di pasar sekunder dengan imbal hasil floating to the floor.
Artinya besaran imbal hasilnya akan mengikuti naik turunnya suku bunga acuan 7 day repo rate Bank Indonesia.
So untuk informasi lebih lanjut kita tunggu saja menjelang ST 009 tersebut diterbitkan bulan depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H