Kabar mengejutkan datang dari Inggris, Liz Truss yang baru memegang kekuasaan sebagai Perdana Menteri Inggris selama 45 hari, Kamis {20/10/22} kemarin mengumumkan pengunduran dirinya
Melansir NBC.Com, kebijakan ekonominya yang dianggap gagal dan tidak kredibel sehingga perekonomian Inggris terus memburuk, menjadi pangkal utama semakin banyaknya pihak menunttnya untuk mundur bahkan dari internal Partai Konservatif yang dipimpinnya.
"Saya tidak bisa meneruskan mandat yang membuat saya dipilih oleh Partai Konservatif" Kata Truss.
Sehari sebelum mundur, Truss sudah berusaha untuk meyakinkan Parlemen meski desakan terhadapnya untuk mundur terus menguat, ia menyebut dirinya sebagai "fighter" bukan "quitter"
Namun, menjadi pemimpin partai pemenang pemilu hanya dimungkinkan apabila yang bersangkutan dianggap layak untuk dihormati dan kredibel.
Sementara Truss, karena kebijakannya yang cenderung memperburuk kondisi Inggris hanya memiliki sedikit keduanya alhasil mau tidak mau ia harus mundur dari jabatannya tersebut.
Elizabeth Truss, secara resmi "dilantik" sebagai Perdana Menteri Inggris menggantikan Boris Johnson oleh mendiang Ratu Elizabeth II pada 6 September 2022, hanya sehari sebelum Sang Ratu mangkat.
Dengan pengunduran dirinya tersebut, Truss sejauh ini menjadi Perdana Menteri tersingkat yang pernah memimpin Pemerintahan Inggris sepanjang sejarah, dan akan dikenang sebagai perdana menteri terburuk.
Sebelumnya, pemegang rekor ini adalah PM George Calming yang memerintah Inggris selama 119 hari pada akhir abad ke-19.
Meski secara resmi telah mundur, Truss masih akan memegang jabatannya sampai penggantinya terpilih. Di Inggris, ketua partai pemenang pemilu otomatis akan menjadi Perdana Menteri Inggris.
Lantaran pemenang Pemilu Inggris adalah Partai Konservatif, maka saat ini mereka tengah melakukan pemilihan internal untuk menentukan siapa pengganti Liz Truss sebagai Ketua Partai Konservatif yang akan secara otomatis menjadi PM Inggris yang baru.
Rishi Junak mantan Menteri Keuangan pada Pemerintahan Boris Johnson, menjadi salah satu kandidat terkuat pengganti Truss sebagai PM Inggris.Â
Menurut sejumlah pandit politik global, Junak kemungkinan akan bertarung dengan Menteri Luar negeri saat ini, James Claverly untuk memperebutkan kursi perdana menteri.
Kondisi dan situasi politik di Inggris ini, jika dikaitkan dengan politik Indonesia sangat menarik. Pertama, saya melihat situasi politik di level elite tak melibatkan secara langsung level akal rumput.
Kita tak melihat ada pergerakan massa di akar rumput ketika kekuasaan satu pihak digantikan pihak lain di tengah jalan. Terbayangkan, jika peristiwa di Inggris tersebut terjadi di Indonesia.
Pihak yang dikalahkan seperti Liz Truss yang pasti memiliki pendukung, tak tergerak atau digerakan untuk mempertahankan kekuasaannya.
Saya paham bahwa sistem pemerintahan di Inggris dan Indonesia berbeda, sehingga penyikapan masyarakat terhadap turmoil di level elite tak merembet ke level grass root.
Namun, kelogowoan di level elite untuk mundur karena dianggap sudah tak dipercaya lagi yang dimanifestasikan dengan tidak secara all out berusaha memertahankan kekuasannya memberi sumbangan sangat besar terhadap kondusif-nya proses pergantian kekuasaan tersebut.
Kelegowoan seperti ini lah yang menjadi barang langka di Negeri kita tercinta ini. Sangat jarang terjadi seorang pejabat publik di Indonesia apalagi di level top pemerintahan rela melepas kedudukannya karena sadar telah gagal menjalankan tugasnya.
Indonesia memang memiliki banyak keunikan termasuk integritas pejabat publiknya. Di negara-negara yang menjunjung tinggi integritas seperti Inggris atau jepang, mundur dari jabatan ketika suatu kegagalan dalam tugasnya atau dianggap tak dipercayai lagi menjadi pilihan pertama mereka.
Di Indonesia, mundur dari jabatan hampir selalu menjadi pilihan terakhir. Kalau bisa meski sudah digebuki dengan persepsi negatif di sana-sini, ia akan tetap berusaha mempertahankan kedudukannya.
Contoh termutakhir adalah Ketua Umum PSSI, peristiwa tragis yang menelan korban jiwa ratusan orang saja seperti tragedi Kanjuhuran tak mampu menggerakan hatinya untuk mundur dari jabatannya.
Padahal sangat jelas peristiwa tersebut terjadi di lingkup yang menjadi tanggungjawab dan kewenangannya. Ia dan sekondanya malah sibuk membela diri dan ngeles, sungguh pemimpin yang tak memiliki integritas dan moral yang elok.
Apalagi jika yang terjadi di levell jabatan lebih tinggi lagi, di level pimpinan negara misalnya, seperti yang terjadi di Inggris.Â
Mungkin situasi chaos bakal terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H