Rishi Junak mantan Menteri Keuangan pada Pemerintahan Boris Johnson, menjadi salah satu kandidat terkuat pengganti Truss sebagai PM Inggris.Â
Menurut sejumlah pandit politik global, Junak kemungkinan akan bertarung dengan Menteri Luar negeri saat ini, James Claverly untuk memperebutkan kursi perdana menteri.
Kondisi dan situasi politik di Inggris ini, jika dikaitkan dengan politik Indonesia sangat menarik. Pertama, saya melihat situasi politik di level elite tak melibatkan secara langsung level akal rumput.
Kita tak melihat ada pergerakan massa di akar rumput ketika kekuasaan satu pihak digantikan pihak lain di tengah jalan. Terbayangkan, jika peristiwa di Inggris tersebut terjadi di Indonesia.
Pihak yang dikalahkan seperti Liz Truss yang pasti memiliki pendukung, tak tergerak atau digerakan untuk mempertahankan kekuasaannya.
Saya paham bahwa sistem pemerintahan di Inggris dan Indonesia berbeda, sehingga penyikapan masyarakat terhadap turmoil di level elite tak merembet ke level grass root.
Namun, kelogowoan di level elite untuk mundur karena dianggap sudah tak dipercaya lagi yang dimanifestasikan dengan tidak secara all out berusaha memertahankan kekuasannya memberi sumbangan sangat besar terhadap kondusif-nya proses pergantian kekuasaan tersebut.
Kelegowoan seperti ini lah yang menjadi barang langka di Negeri kita tercinta ini. Sangat jarang terjadi seorang pejabat publik di Indonesia apalagi di level top pemerintahan rela melepas kedudukannya karena sadar telah gagal menjalankan tugasnya.
Indonesia memang memiliki banyak keunikan termasuk integritas pejabat publiknya. Di negara-negara yang menjunjung tinggi integritas seperti Inggris atau jepang, mundur dari jabatan ketika suatu kegagalan dalam tugasnya atau dianggap tak dipercayai lagi menjadi pilihan pertama mereka.
Di Indonesia, mundur dari jabatan hampir selalu menjadi pilihan terakhir. Kalau bisa meski sudah digebuki dengan persepsi negatif di sana-sini, ia akan tetap berusaha mempertahankan kedudukannya.
Contoh termutakhir adalah Ketua Umum PSSI, peristiwa tragis yang menelan korban jiwa ratusan orang saja seperti tragedi Kanjuhuran tak mampu menggerakan hatinya untuk mundur dari jabatannya.