Setelah untuk kedua kalinya Putri Candrawathi diperiksa sebagai tersangka atas dugaan melanggar Pasal pembunuhan berencana 340 Subsider Pasal 338, atas kematian Brigadir Joshua.Â
Penyidik Tim khusus Bareskrim Polri lebih memilih mengabulkan permohonan tersangka untuk tidak ditahan, dibandingkan melakukan penahanan seperti lazimnya dilakukan pada tersangka dengan ancaman pasal pembunuhan berencana lain.
Melansir CNNIndonesia.com, Putri Candrawathi melalui pengacaranya mengajukan permohonan tidak ditahan lantaran kondisi kesehatan mentalnya belum stabil dan masih memiliki anak kecil.
"Karena alasan-alasan sesuai Pasal 31 ayat 1 KUHAP itu kita boleh mengajukan permohonan itu dan kita mengajukan karena alasan kemanusiaan," ujar Pengacaranya, Arman Hanis. Kamis (01/09/22).
Dan "kerennya" permohonan tak ditahan dengan alasan kemanusian tersebut dikabulkan penyidik Polri.
Ironis sekali ketika "alasan kemanusian" digunakan oleh seseorang yang diduga melakukan pelanggaran kemanusiaan terbesar, yakni menghilangkan nyawa manusia.
Apakah saat Putri Candrwathi merencanakan pembunuhan Brigadir Joshua bersama suaminya ia berpikir tentang kemanusiaan?
Terlepas dari apapun penyebabnya, apakah mereka memikirkan sisi kemanusiaan, keluarga korban dan orang-orang terdekatnya.
Apalagi seperti kita saksikan bersama, sikapnya terkait korban yang terpampang di nedia, tak ada penyesalan sama sekali atas pembunuhan tersebut.
Putri terlihat kuyu, stress yang kemudian dianggap sebagai gangguan kesehatan mental, menurut sejumlah ahli psikologi lebih karena cerita hasil rekaan bersama suaminya terbongkar alias tertangkap basah kebohongannya.
Bukan lantaran menyesal karena telah menjadi bagian perencanaan pembunuhan, tetapi menyesal karena rencana rekayasa kasusnya terbongkar.
Dus, sekarang dengan fasihnya Putri Candrawathi menggunakan alasan kemanusiaan seolah-olah dia adalah manusia paling beradab dan paling memanusiakan manusia selama ini.
Padahal itu sebenarnya merupakan upaya memanipulasi hukum untuk kepentingan dirinya. Dan itu dikabulkan oleh Polisi.
Ketika alasan memiliki seorang anak balita yang harus diasuhnya, untuk menghindari konsekuensi hukum yang dilakukannya, tambah aneh lagi.
Terdapat banyak kasus hukum yang melibatkan seorang wanita dengan status memiliki seorang anak balita tetapi tetap ditahan, padahal dugaan kejahatan yang dilakukannya tak seberat yang disangkakan pada Putri Candrawathi.
Melansir Kompas.com , di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat ada 4 ibu rumah tangga yang memiliki anak Balita tapi ditahan oleh Polres setempat
Padahal kasusnya sangat sepele, karena mereka melempar pabrik tembakau lantaran  terganggu dengan baunya yang menyengat.
Peristiwa yang terjadi tahun 2021 lalu itu membuat Nurul Hidayah, Martini, Hulyiah, dan Fatimah harus mendekam di Rutan Praya Lombok Tengah bersama anak-anaknya yang masih balita.
Kemudian, mengutip Jawapos.Com. Seorang ibu berusia 35 tahun  bernama Rismaya  di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan ditahan bersama anaknya yang baru berusia 10 bulan atas dugaan kasus pencurian yang dilakukan bersama suaminya.
Lebih ironis lagi yang terjadi di Aceh Timur Aceh, seorang ibu bernama Magfirah juga ditahan bersama ke-3 anak kembarnya  atas kasus penipuan penerimaan masuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
And you know what, ketiga bayinya tersebut baru berusia 3 bulan.
Bila terus ditelusuri, mungkin ada banyak kagi kasus yang menunjukan bahwa memiliki anak balita tak membuat Polisi mengurungkan niatnya untuk menahan sang ibu yang memiliki masalah hukum.
Fakta ini menunjukan bahwa tak ditahannya Putri Candrawathi atas kasus hukum yang dihadapinya karena memiliki anak balita tak relevan lagi.
Apalagi kasus hukum Putri sangkaannya jauh lebih berat dibandingkan ketiga contoh kasus diatas.
Mengenai kesehatan mentalnya yang diklaim terganggu, banyak pandit psikologi menyebutkan bahwa "sakit" yang ditampilkan Putri Candrawathi adalah Malengering.
Mengutip situs PsychologyToday.Com Malengering adalah penyimoangan perilaku yang menyebabkan pelakunya mengaku sakit secara fisik atau psikis meski sebenarnya ia sehat atau bertindak dengan sengaja memfabrikasi sakitnya dilebih-lebihkan dari keadaan yang sesungguhnya.
Tujuannya untuk mendapat keuntungan bagi pribadinya, termasuk untuk menghindari konsekuensi pidana yang tengah dihadapinya.
Makanya, Malengering tak bisa dimasukan ke dalam kategori penyakit mental, karena justru laku malengering ini  termootivasi oleh lingkungan sekitarnya.
Sebelumnya, klaim tak sehatnya kejiwaan Putri lantaran ia mendaku menjadi korban pelecehan seksual.
Namun, kita tahu bersama seperti diungkapkan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian, peristiwa pidana tersebut tak pernah terjadi. Bahkan disebut sebagai obstruction of justiceÂ
Dengan demikian kredibilitas diri Putri Candrwathi ini apapun pengakuannya sudah tak valid lagi.
Seharusnya dengan fakta-fakta tersebut tak ada alasan lagi bagi Polisi untuk tak menahan Putri Candrwathi.
Sayangnya, hal tersebut diabaikan Polisi dengan alasan "Kemanusiaan" yang kurang masuk akal. Tak heran jika kemudian masyarakat meradang dan berteriak "ada ketidakadilan dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir Joshua ini," terutama yang berkaitan dengan the charming Mrs Sambo.
Saya tak paham dagelan apalagi yang kini sedang dipertontonankan Polisi terkait kasus yang sudah mengharu biru masyarakat selama hampir 2 bulan terakhir ini.
Yang terpampang jelas hanya fakta bahwa tidak semua sama dimata hukum, jargon equality before the law hanyalah omong besar.
Hukum hanya tajam ke rakyat jelata seperti kami-kami, tapi  tumpul ke pihak -pihak berkuasa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H