Faktanya, menurut kronologis keterangan yang disampaikan para penyidik Polri, Â arah cerita kekerasan seksual ini berubah dari Duren Tiga ke Magelang setelah Ferdy Sambo diperiksa timsus Polri pada 11 Agustus 2022.
Dalam pengakuannya saat itu, Â Ferdy Sambo tersulut emosinya karena adanya aksi melukai harkat dan martabat keluarganya.
"Bahwa di dalam keterangannya, tersangka FS mengatakan bahwa dirinya menjadi marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya PC (Putri Chandrawathi) yang telah mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi, seperti dilansir VOI.Id Kamis, (11/08/22).
Memang saat itu tak disebutkan secara eksplisit kalimat "tindakan melukai harkat dan martabat keluarga" itu berkaitan dengan kekerasan seksual.
Namun, publik dengan mudah dapat mengaitkan hal tersebut dengan pengakuan Putri tentang kekerasan seksual yang didaku dilakukan oleh Brigadir Joshua terhadap dirinya.
Sejak saat itu, narasi kekerasan seksual versi pihak Mr and Mrs Sambo locus-nya bergeser dari Duren Tiga ke Magelang.
Dan narasi ini lah yang terus dipertahankan hingga saat Putri Candrawathi diperiksa penyidik timsus Polri Jumat (26/08/22) kemarin.
Saya dan sebagian besar publik mungkin meragukan validitas pengakuan Putri Candrawathi tersebut.
Selain karena kredibiltas atau "trust issue" pembawa narasinya, juga berlawanan dengan logika umum dan kelaziman dalam kontruksi sebuah kasus pelecehan seksual bisa terjadi.
Hampir seluruh kasus kekerasan atau pelecehan seksual bisa terjadi karena kausa relasi kuasa. Dilakukan oleh seseorang yang superior terhadap yang inferior, atasan kepada bawahan, atau yang kuat terhadap si lemah.
Bukan sebaliknya, dari bawahan ke atasan apalagi dalam lingkungan pekerjaan hirarkis yang kental seperti Polri.