Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Taksonomi Hijau dan Peran Penting Kolaborasi "Three Musketeers" Keuangan Indonesia, Menuju Ekonomi Hijau

24 Juli 2022   07:02 Diperbarui: 24 Juli 2022   07:15 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia merupakan bagian dari komponen limgkungan hidup yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh alam disekitarnya.Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memanfaatkan lahan, hutan, dan sumber daya alam lainnya.

Selain berhak mendapat lingkungan yang baik, manusia juga memiliki kewajiban untuk menjaga kelestariannya. 

Ketika manusia gagal memenuhi kewajiban dalam menjaga lingkungan maka akan menuai akibatnya, berupa kerusakan alam dan potensi bencana di masa depan.

Salah satu unsur penting yang mendorong kelestarian lingkungan, adalah sektor ekonomi. Karena sebagian besar kerusakan lingkungan akibat tindakan serampangan manusia dengan motif ekonomi.

Atas dasar kesadaran itulah, kini green economic atau ekonomi hijau menjadi dasar pengembangan masa depan ekonomi global yang dibahas dalam berbagai forum dunia termasuk presidensi G20 Indonesia 2022.

Apalagi Pemerintahan Indonesia sudah meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016. Dalam agreement tersebut seluruh negara harus menyampaikan komitmen atas upaya penurunan emisi gas rumah kaca.

Seperti kita tahu efek gas rumah kaca membuat pemanasan global yang pada akhir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang masif.

Sektor keuangan berperan penting dalam memfasiltasi dan mempercepat transisi menuju ekonomi hijau. Hal ini disebabkan oleh peran pasar keuangan dalam menyediakan modal untuk aktivitas ekonomi yang dapat berdampak positif atau negatif terhadap lingkungan.

Dalam operasi perusahaan, uang atau dana diibaratkan seperti darah dalam tubuh. Tanpanya, perusahaan tak akan bisa hidup dan bergerak, dana bisa digunakan untuk modal kerja serta ekspansi bisnis.

Apabila dana yang tersedia di pasar keuangan banyak diperuntukkan bagi perusahaan yang ramah lingkungan, maka setiap perusahaan akan terdorong untuk berbenah dan memperbaiki operasionalnya supaya memenuhi syarat ramah lingkungan.

Menurut data yang saya kutip dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nilai aset global yang menggunakan data Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola dalam pengambilan keputusan investasi pada tahun 2020 nilainya mencapai US$ 40,5 milyar dan diperkirakan akan meningkat hingga dua kali lipat dalam 4 tahun ke depan.

Ke depan, aspek lingkungan akan sangat mendapat perhatian. Otoritas keuangan terkait, OJK,  Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dapat membuat aturan mandatori guna memastikan setiap perusahaan di sektor jasa keuangan membuat pelaporan yang teratur dan konsisten tentang penggunaan sumber daya dan dana untuk mendukung bisnis yang ramah lingkungan.

Untuk itulah Taksonomi Hijau Indonesia menjadi sangat penting karena dapat memberi pemahaman yang lebih baik bagi sektor jasa keuangan mengenai aktivitas hijau termasuk di dalamnya investasi hijau.

Menurut Roadmap Taksonomi Hijau Indonesia 1.0 yang dirilis OJK, definisi dari Taksonomi Hijau adalah klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Salah satu prinsip dasar Taksonomi hijau adalah prinsip investasi yang bertanggungjawab; pendekatan yang mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial, lingkungan hidup, dan tata kelola dalam aktivitas ekonomi.

Selain pengelolaan risiko dan lingkungan hidup; mencakup prinsip kehati-hatian dalam mengukur risiko sosial dan lingkungan hidup melalui proses identifikasi, pengukuran, mitigasi, pengawasan, dan pemantauan.

Dengan demikian, Taksonomi Hijau yang dicanangkan oleh OJK akan memungkinkan sektor keuangan untuk mengklasifikasikan kegiatan ekonomi hijau dan memberi panduan bagi para pelaku industri untuk mengembangkan produk dan portofolio mereka.

Taksonomi hijau mencakup 2.733 klasifikasi dan sub sektor ekonomi yang telah dikaji OJK di mana 919 klasifikasi diantaranya telah dikonfirmasi dengan kementerian teknis terkait.

Taksonomi hijau yang digagas OJK ini merupakan bagian dari bauran kebijakan bersama dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk mendukung ekonomi hijau yang berkelanjutan, seperti yang menjadi salah satu agenda prioritas di jalur keuangan presidensi  G20 Indonesia 2022.

Kolaborasi bersama antara "Three musketeers" "penjaga gawang" sektor keuangan Indonesia, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan dipandang penting untuk terus ditingkatkan dalam rangka membangun ekosistem ekonomi hijau yang berkelanjutan.

Harapannya, taksonomi hijau akan mampu meningkatkan inovasi dalam kegiatan ekonomi hijau yang mendukung pengembangan keuangan berkelanjutan di Indonesia, serta berkontribusi pada taksonomi hijau di kawasan ASEAN.

Sebagai pemegang Presidensi G20 2022, Indonesia menempatkan keuangan berkelanjutan menjadi salah satu agenda prioritas di Jalur Keuangan.

Agenda keuangan berkelanjutan menekankan pentingnya pembiayaan yang bersifat setara dan terjangkau, termasuk sektor swasta dan menelisik cara agar keuangan berkelanjutan bisa meningkat.

Lebih jauh lagi,  agenda tersebut juga akan mencakup ringkasan kemajuan aksi peta keuangan berkelanjutan dalam rangka mendukung ekonomi hijau G20 yang ditetapkan pada tahun 2021.

Sebagai implementasinya, sustainable finance working Group G20 telah bekerja sama dengan fokus pengembangan Sustainable Finance Instrument (SFI)  termasuk pengembangan elemen penting lainnya seperti yang tertuang dalam Taksonomi Hijau 

Melansir Publikasi BI.go id, mengutip pernyataan Gubernur  BI Perry Warjiyo, dalam meningkatkan  SFI ada 3 strategi yang akan dilakukan.

Pertama, pentingnya mengembangkan instrumen keuangan dan investasi hijau untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Kedua, pentingnya membangun ekosistem instrumen keuangan berkelanjutan. 

Ketiga, program pembangunan kapasitas dan bantuan teknis berkelanjutan menjadi hal penting dalam meningkatkan pemahaman dan keahlian seluruh pihak.

Keberhasilan seluruh program keuangan berkelanjutan yang akan menjadi salah satu elemen penting dalam pengembangan ekonomi hijau ini akan ditentukan oleh ketangguhan kolaborasi dan saling mendukung antar seluruh pemangku kepentingan.

Ke depan, diharapkan banyak investor dan pengelola dana yang berinvestasi diperusahaan yang ramah lingkungan. Kita harus sadar bumi yang ditinggali ini merupakan titipan bagi anak cucu kita. Menjaga kelestarian lingkungan adalah tugas bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun