Sayangnya, elan dari Roy Suryo  dan rekomendasi dari LPSK tersebut tak menemui hasil, ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan, Â Roy dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE atau pasal ujaran kebencian.
Serta Pasal 156 a KUHP yakni pasal penistaan agama dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman minimal 6 tahun penjara.
Dengan ancaman hukuman setinggi itu  makanya Roy Suryo terlihat "kena mentalnya" dan harus dibopong selepas pemeriksaan dirinya sebagai tersangka, Jumat (22/07/22) malam.
Entah untuk berapa ratus kalinya, setiap ada kejadian seperti ini kita mesti mengelus dada dan berujar "BIJAKLAH DALAM BERMEDIA SOSIAL"
Pelajaran berharga dari peristiwa yang menimpa Roy Suryo ini, sepertinya selalu digaungkan meskipun selama ini hampir selalu terus berulang.
Apalagi mendekati tahun politik 2023-2024, karena perbedaan politik kita kadang melupakan logika normatif dalam bermedia sosial.
Secinta apapun kita terhadap calon pilihan kita, dan sebenci apapun kita terhadap lawan dari calon pilihan kita, jangan lupakan untuk menyelaraskan antara jempol dan logika normatif dalam bermedia sosial.
Sadari lah, media sosial itu bak belantara yang tricky penuh godaan emosi. Kita ini tak akan kemana-mana meskipun mati-matian membela calon pilihan kita.
Kita masih akan harus mencari kehidupan sendiri apapun yang terjadi dengan calon pilihan kita. Dalam konteks yang lebih luas, sekali lagi bijak lah dalam bermedia sosial terkait masalah apapun.
Jangan sampai "jempol polah, diri menjadi kepradah"