Di luar 3 besar penguasa industri rokok nasional tersebut, PT. Bentoel Internasional Investama yang kini menjadi anak perusahaan PT British America Tobacco (BAT) menjadi pemilik pangsa pasar nomor 4 dengan 7 persen.
Portofolio merk utama yang dimiliki oleh perusahaan rokok ini antara lain, Dunhill, Club Mild, Star Mild, dan Lucky Strike.
Selanjutnya, ada PT. Nojorono Kudus pemilik merk rokok Minak Jinggo dan Class Mild dengan berbagai variannya. Mereka menguasai 3 persen dari industri rokok di Indonesia.
Sedangkan PT Wismilak Inti Makmur yang saham mayoritasnya dimiliki oleh keluarga Walla, pangsa pasarnya masih kecil sekitar 1 persen dari total produk rokok nasional.
Sedangkan sekitar 9,3 persen lainnya dibagi ratusan produsen rokok lainnya termasuk produksi rokok rumahan.
Cukai, Kesehatan Dan Masa Depan Industri Rokok.
Rokok merupakan salah satu komoditas yang dikenai cukai oleh pemerintah mengingat sifatnya yang berpotensi merugikan kesehatan masyarakat.Â
Menurut buku karya Rudy Badhil bertajuk " Kretek Djawa: Gaya Hidup Lintas Budaya" keberadaan cukai rokok sudah ada sejak masa kolonial Belanda.Â
Penelitian yang dilakukan oleh Van der Reijden pada tahun 1935, di wilayah Kudus saja pada tahun 1932 sudah ada sekitar 165 pabrik rokok yang seluruhnya memproduksi rokok kretek dengan jumlah produksi sekitar 6,4 juta batang rokok.
Di sisi lain, produksi rokok putih jumlahnya lebih besar sekitar 7 juta batang yang didatangkan secara impor dari Eropa.Â
Nah kemudian Pemerintah Kolonial Belanda ambil sikap dan membedakan cukai produk rokok putih dan produk rokok kretek asli Indonesia ini, dengan mengeluarkan Staadsblad Nomor 427 Tahun 1935, yang mengatur soal harga eceran minimum rokok putih, agar tak menekan industri rokok skala kecil.
Menurut buku tersebut, kretek dianggap sebagai komoditas unggulan lantaran mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, serta menyumbang cukai untuk kas negara.