Di tengah gencarnya kampanye anti rokok dan kenaikan cukai yang lumayan konsisten dan agresif dari Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 2107, industri rokok masih tetap bisa bertumbuh.
Menurut Laporan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan seperti yang saya kutip dari Katadata.co.id, produksi rokok di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 322 miliar batang.
Jumlah ini menurun sebesar 9,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 356,5 miliar batang. Sedangkan untuk tahun 2021 jumlah produksi rokok di Indonesia naik 3,9 persen dibandingkan tahun 2020 menjadi 334,84 miliar batang.
Sementara, sampai dengan bulan Mei 2022 jumlah produksi rokok mencapai 119,5 miliar batang. Pemerintah melalui Kemenkeu, memproyeksikan produksi rokok untuk tahun 2022 ini sebesar 310 miliar batang atau minimal turun sekitar 10 persen dibandingkan tahun 2021.
Dari jumlah angka-angka produksi di atas, pemilik market share paling besar adalah PT. HM Sampoerna.Â
Berdasarkan Laporan keuangan yang dirilis oleh Phillip Morris Internasional, pemilik merk rokok Dji Sam Soe dan Sampoerna A Mild ini membukukan penjualan 82,8 miliar batang rokok sepanjang 2021.
Jumlah ini meningkat 4,3 persen dibandingkan penjualan pada 2020 lalu yang sebanyak 79,5 miliar batang.Â
Alhasil, HM Sampoerna menjadi penguasa utama pasar rokok nasional dengan market share 28 persen.
Sementara perusahaan rokok besar lain Gudang Garam menjadi pemilik market share nomor dua dengan 27,1 persen, menurut Laporan Keuangan PT. Gudang Garam mencatatkan penjualan sebanyak 81,9 miliar batang pada tahun 2021.
Peringkat ketiga dalam hal penguasaan pasar rokok nasional di duduki oleh PT Djarum, meskipun sebenarnya agak sulit mendapatkan data keuangan dan penjualan dari Djarum mengingat perusahaan tersebut belum go publik.
Menurut data tahun 2020 yang dirilis oleh Tobacco Industry Watch pangsa pasar Djarum berada diangka 18,7, dengan penjualan berada dikisaran 62 miliar batang rokok.