Dua hari belakangan jagat media sosial dihebohkan dengan skandal gimmick promosi yang dirilis oleh salah satu outlet clubs Holywings.
Dalam promosinya yang dirilis lewat media sosial, Holywings akan memberikan 1 botol minuman beralkohol gratis pada siapapun yang bernama "Muhammad dan Maria" setiap hari Kamis selama promosi berlangsung.
Sontak saja gimmick promosi ini menjadi buah bibir masyarakat baik secara daring maupun Luring.
Kita tahu, "Muhammad" itu adalah sesuatu yang sangat berhubungan dengan muslim, merujuk pada nama Nabi Besar Junjungan Umat Muslim Rasulallah Muhammad SAW.
Para orang tua muslim banyak yang memilih memberi nama anak laki-lakinya Muhammad lantaran berharap mereka akan memiliki akhlak mulia sejurus dengan Sang Nabi Besar Rasulallah SAW.
Sementara , "Maria" adalah nama yang sangat di muliakan dalam ajaran Nasrani. Nama Maria merujuk pada Bunda Maria/Maryam yang suci dan merupakan Ibu dari Yesus  yang oleh Penganut Nasrani dipercayai sebagai sosok Tuhan yang penuh cinta kasih, prototipe kesalehan dan telah berkorban begitu besar bagi kelangsungan umat manusia.
Biasanya nama "Maria" ini disematkan pada anak perempuan berharap mendapatkan berkah dari penamaan tersebut.
Nah, oleh Tim Promosi Holywings kedua nama yang dianggap sakral dan berkaitan dengan kepercayaan kedua agama terbesar di Indonesia itu, dijadikan gimmick untuk sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma agama yang mereka anut.
Minuman keras dalam ajaran agama Islam jelas-jelas dilarang, dan itu disebutkan secara keras dalam Kitab Suci  Al Quran.
Pun demikian bagi  penganut Nasrani, dalam Kitab Suci Bibel minuman keras juga dilarang.
Apalagi secara universal, club seperti Holywings ini dianggap lebih banyak membawa mudharat dibanding manfaatnya.
Walaupun hal ini masih bisa diperdebatkan, tapi paling tidak itulah gambaran umum masyarakat terhadap sebuah club seperti Holywings.
Bagaimana mungkin, tim promosi, marketing, dan manajemen Holywings tak berpikir bahwa gimmick yang membawa nama Muhammad dan Maria  dikaitkan dengan minuman beralkohol bakal menuai masalah yang tak berperi dampaknya terhadap mereka secara pribadi maupun insitusi tempat mereka bekerja.
Apakah mereka alpa mengingat bahwa dalam beberapa tahun belakangan konservatisme agama di Indonesia terus mengalami penguatan menjadi bertambah keras.
Apakah mereka tak berhitung ditengah situasi dimana orang mudah tersinggung karena alasan identitas keagamaan, promosinya bakal berefek negatif alih-alih memperoleh engagment positif seperti yang diharapkan.
Dan benar saja, tak lama setelah berita gimmick promosi tersebut menyebar dan viral di media sosial, warganet ramai-ramai menghujat.
Ormas Keagamaan Ansor, bahkan mengancam akan menggeruduk beberapa outlet Holywings, beberapa lainnya seperti Himpunan Advokat Muda Indonesia dan Pemuda Pancasila melaporkannya kepada pihak Kepolisian, dengan tuduhan menistakan agama.
Dan ajaibnaya pihak Kepolisian dengan sigap,singkat, dan sangat cepat langsung menindaklanjuti laporan mereka.Â
Alhasil 6 orang yang terlibat langsung dalam proses promosi  "Muhammad dan Maria ," dengan cepat dicokok dan dijadikan tersangka.
Mereka semua dianggap secara sadar dan sengaja menimbulkan keonaran di tengah masyarakat. Seperti dilansir Detik.Com, atas perbuatannya keenam tersangka tersebut akan dijerat dengan pasal berlapis yakni, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1946 dan Pasal 156 atau Pasal 156a KUHP.
Kemudian Pasal 28 Ayat 2 UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE. Adapun ancaman maksimal 10 tahun kurungan penjara.
Langkah aparat hukum yang sangat cepat menangani kasus ini harus kita acungi jempol, agar masalahnya tak meluas kemana-mana.
Sayangnya, kecepatan yang luar biasa dalam penanganan kasus Holywings ini, berbanding terbalik dengan kasus lain yang hampir serupa.
Namun yang melaporkan dan kemungkinan yang merasa tersakiti adalah umat beragama lain  yang menjadi bagian  minoritas di Indonesia.
Salah satunya, kasus Meme Candi Borobudur yang mengganti wajah Sidharta Gautama yang disucikan umat Buddha dengan wajah Jokowi dalam konteks mendiskreditkan Presiden Jokowi.
Baik pembuatnya maupun penyebarnya yang salah satunnya dilakukan oleh mantan Menteri Olharaga masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Roy Suryo, masih mendem belum ada perkembangan apapun padahal sudah dilaporkan sebelum kasus Holywings ini muncul.
Oke lah dalam urusan gerak penyelidikan suatu kasus yang dilakukan oleh pihak Kepolisian merupakan diskresi mereka.
Dan pastinya tak akan selalu first in first out (FIFO), yang melaporkan pertama akan selalu ditindaklanjuti lebih awal.
Karena ada faktor lain yang berpengaruh terhadap kecepatan penanganan sebuah kasus, diantaranya:Â
Kompleksitas sebuah kasus dan tentu saja terkadang ada juga pertimbangan politis dalam penanganannya.
Dan belakangan, ada satu faktor penting lain yang akan mendorong penanganan suatu kasus lebih cepat dilakukan oleh Kepolisian, yaitu kasusnya harus viral terlebih dahulu.
Berkaca pada beberapa faktor tadi, mungkin lebih cepatnya penanganan kasus Holywings dibandingkan kasus meme Candi Borobudur lantaran kompleksitasnya lebih  ringan.
Padahal kedua kasus tersebut sama-sama terkait masalah keagamaan dan viral.Â
Namun anehnya, ada beberapa kasus lain yang bisa dianggap rumit seperti kasus Ahok dan beberapa kasus lainnya yang melibatkan agama mayoritas hampir selalu menjadi prioritas penanganan pihak Kepolisian.
Sehingga kemudian muncul suara-suara sumbang yang menyebutkan bahwa  hal tersebut berhubungan dengan masalah mayoritas dan minoritas.
Kasarnya, jika melibatkan kaum mayoritas maka penanganan kasusnya akan dilakukan all out dalam waktu sesingkat mungkin.
Namun, jika yang terkena pihak minoritas ya santai saja, kalau bisa mungkin dilupain saja toh efeknya terhadap citra institusi tak akan signifikan juga.
Mungkin asumsi dan analisa saya ini bisa jadi salah, dan semoga demikian. Tetapi secara kasat mata kita menyaksikan hal yang seperti itu.
Kita semua harus ingat dalam lambang Kepolisian itu ada gambar padi dan kapas yang melambangkan keadilan.
Artinya siapapun itu jika berpotensi atau dianggap sudah melanggar hukum  terlepas dari siapapun yang dirugikan harus ditindaklanjuti.
Jangan sampai padi dan kapas tadi gagal panen sehingga menimbulkan sakwasangka yang tak perlu terjadi.
Ulasan ini bukan berarti, saya membela Holywings atau siapapun. Jelas dan terang apa yang dilakukan oleh mereka itu keliru dan salah untuk itu pantaslah jika harus menghadapi konsekuensi hukum, kendati mereka sudah mengutarakan permintaan maaf.
Sebagai Muslim sungguh saya sangat tak nyaman dengan hal yang dilakukan oleh Holywings tersebut.
Namun, karena ini masalah hukum yang seharusnya berkeadilan, harapannya ya jangan pandang bulu atau tebang pilih lantaran urusan kuantitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H