Hari Kamis (23/06/22) kemarin platform media sosial Twitter diramaikan dengan perang cuitan antara Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dengan Zanubba Arifsah Chafsoh Wahid atau lebih dikenal dengan Yenny Wahid, Putri kedua Pendiri PKB sekaligus mantan Presiden Republik Indonesia Ke-4, serta dedengkot Ormas Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU).
Saya sebenarnya tak terlalu ngeh,apa yang sedang terjadi  kemarin,  ketika sekilas membaca cuitan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin lewat akunnya @CakImiNow.
"Yeni itu bukan PKB, bikin partai sendiri aja gagal lolos, bbrpa kali pemilu nyerang PKB gak ngaruh, PKB malah naik terus suaranya, jadi ngapain ikut - ikut ngatur PKB, hidupin aja partemu yang gagal itu.. PKB sdh aman nyaman kok.." cuitnya.
Namun dari diksi yang dicuitkan Cak Imin, kemungkinan ada hubungannya dengan Keluarga Besar Gus Dur lantaran ada kata Yeni yang mungkin merujuk pada nama putri kedua Gus Dur dan berbicara tentang PKB.Â
Karena sependek pengetahuan saya, Gus Dur merupakan  founding father PKB, yang saat didirikan untuk mewadahi aspirasi politik kaum Nahdliyin, pasca reformasi 1998.
Dan ternyata benar saja, ketika saya membaca respon Yenny Wahid lewat akun Twitter miliknya @Yennywahid, mantan komisaris Garuda ini menuliskan bahwa benar dirinya bukan PKB-nya Cak Imin tapi PKB-nya Gus Dur.
Yenny pun, menyindir Cak Imin, yang ia sebut belum tentu bisa bikin partai sendiri ...kan bisanya mengambil Partai punya orang lain.
Meskipun sudah yakin memang keduanya tengah bergaduh, saya masih belum paham bagaimana mulanya kok luka lama konflik antara Keluarga Besar Gus Dur dan keponakannya Gus Dur tersebut kembali muncul kepermukaan.
Melansir Kompas.com, kegaduhan ini berawal dari pernyataan Yenny Wahid yang menyebut bahwa dirinya tak lagi menjadi bagian dari PKB yang kini dipimpin Cak Imin. Yenny mengatakan bahwa dia merupakan bagian dari PKB Gus Dur.
Tak sampai disitu ia pun, menyentil minimnya elektabilitas Muhaimin Iskandar dalam berbagai survei.Â
Kemudian Yenny menambahkan, politisi yang elektabilitasnya rendah tak perlu lah mencalonkan diri dalam Pilpres 2024 yang akan datang.