Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Aqla Ditembak Mati Israel, Perjuangan Bangsa Palestina Tak Berbatas Agama

13 Mei 2022   11:29 Diperbarui: 13 Mei 2022   11:51 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tragedi pembunuhan Wartawati Al Jazeera Shireen Abu Aqla oleh tentara Israel saat meliput bentrokan antara warga Palestina dan pasukan keamanan Israel di Kota Jenin Tepi Barat Palestina beberapa hari lalu, memunculkan gelombang kecaman dari para pemimpin dunia.

Mereka pun menyerukan penyelidikan penuh, independen, dan transparan atas pembunuhan yang oleh Al Jazeera disebut "dibunuh dengan sengaja" dan " dengan darah dingin" tersebut.

Tentu saja diksi cukup tajam dari Kantor Berita yang bermarkas di Doha Qatar tersebut bukan tanpa alasan.

Jaringan media itu mengutip dari saksi mata yang mengatakan bahwa penembak jitu sengaja menembak Shireen tepat di kepala, meskipun wartawati senior tersebut terlihat sangat jelas mengenakan rompi  dan helm bertuliskan "Pers."

Dalam Hukum Humaniter Internasional atau lengkapnya International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict jelas disebutkan bahwa jurnalis adalah bagian dari masyarakat sipil yang harus dilindung dalam peperangan.

Artinya tindakan tentara Israel menembak mati Jurnalis Al Jazeera itu adalah sebuah kejahatan.

Seperti dilansir sejumlah media daring internasional, atas dasar itu lah para pemimpin dunia mulai dari petinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa, China, Mesir, Pakistan, Afghanistan, Palestina, Qatar, dan sejumlah negara lain memandang kelakuan biadab tentara Israel itu harus dipertanggungjawabkan oleh mereka yang berperan dalam seluruh rangkaian kejadian tersebut termasuk pemerintah Israel.

Uni Eropa mendesak agar insiden mematikan tersebut harus diselidiki secara independen. PBB dan Amerika Serikat menyerukan penyelidikan dilakukan secara komprehensif, mengingat Shireen Abu Aqla ini sebenarnya merupakan warga negara Amerika Serikat berdarah Palestina-Amerika.

Israel sendiri seperti dikutip dari berbagai media menolak bertanggungjawab atas kejadian tersebut, Perdana Menteri Israel Naftalli Bennet menyebut bahwa rombongan wartawan Al Jazeera ditembaki oleh orang-orang bersenjata Palestina selama baku tembak terjadi.

Kilah-kilah seperti ini memang menjadi semacam template dari pemerintah Israel, bahkan mereka tak segan-segan untuk merancang fabrikasi fakta untuk menegaskan pernyataannya.

Reputasi busuk Israel terhadap hal-hal seperti ini memang sudah dikenal nyata, tetapi anehnya diujungnya tak pernah ada satupun langkah nyata dari PBB atau negara-negara Barat untuk mengakhiri kekejaman Zionis Israel terhadap Bangsa Palestina di wilayah pendudukannya.

Bahkan hanya untuk memberi sebuah kecaman resmi atas tindakan biadab Israel saja di PBB sangat sulit terjadi.

Barat dan Amerika Serikat kerap menegasikan langkah keras internasional terhadap kebiadaban Israel ini, dengan beerbagai alasan yang kerap mengada-ada.

Bayangkan kalau kejadian pembunuhan Shireen Abu Aqla ini terjadi dalam konflik Ukraina-Rusia, dan yang melakukan pembunuhan adalah tentara Rusia.

Entah sanksi tambahan apalagi yang akan ditimpakan Barat pada Rusia. Sementara terhadap Israel boro-boro sanksi kecaman resmi saja tak terdengar keras dari Gedung Putih.

Ambiguitas yang melahirkan rasa ketidakadilan seperti inilah yang kerap memicu tindakan kekerasan lanjutan dari para pihak yang tak diperlakukan adil tersebut.

Ujungnya ya seperti "lingkaran iblis  kekerasan" yang tak ada akhirnya.

Dan asal tahu saja,mengutip dari BBC.Com, Shireen Abu Aqla ini adalah seorang Kristen Palestina. Ia merupakan bagian dari 2.000 orang Kristiani Palestina.

Ia lahir di Yerusalem pada Januari 1971. Ia lulus dari Sekolah Menengah Rosary Sisters di Pemukiman Beit Hanina Yerusalem.

Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di jurusan Media dan Jurnalisme Universitas Yamouk Yordania dengan spesialisasi media cetak.

Setelah lulus, Shireen bekiprah di beberapa organisasi media di Palestina antara lain Jaringan Radio Voice of Palestina  dan Amman TV.

Ia mulai bekerja di Al Jazeera pada tahun 1997 setahun setelah jaringan media tersebut berdiri dan dirinya menjadi salah satu reporter lapangan pertama bagi jaringan media bermarkas di Qatar ini.

Nama Shireen Abu Aqla menjadi sangat terkenal lantaran selama 25 tahun terakhir banyak meliput berbagai peristiwa dalam konflik Israel-Palestina.

Termasuk beberapa kejadian besar, seperti perjuangan Intifada Palestina pada tahun 2000, penyerbuan Israel ke Kamp Pengungsi Jenin dan Tol Karam pada tahun 2002.

Ia pun banyak melakukan laporan terkait penyerbuan pasukan Zionis Biadab ke Masjid Suci Al Aqsa yang terjadi hampir setiap tahun di saat umat muslim berpuasa di Bulan Ramadan.

Dan Shireen pun tak pernah absen meliput dan memberi prespektif tersendiri tentang serangan udara Israel ke Jalur Gaza dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2005 ia menjadi reporter Arab pertama yang diberi akses meliput di Penjara Askhelon di Jalur Gaza tempat para pejuang Palestina di beri hukuman panjang oleh Pemerintah Israel.

Liputan yang berupa wawancara dan menyaksikan langsung kehidupan masyarakat Palestina di Penjara tersebut, sangat membekas baginya.

Sehingga ia bertekad untuk terus menyuarakan suara rakyat Palestina melalui liputannya di tanah konflik Israel-Palestina.

Makanya ia kemudian mengeluarkan statement yang belakangan setelah insiden pembunuhan terhadap dirinya banyak di kutip media internasional.

"Saya memilih Jurnalisme supaya dekat dengan masyarakat. Mungkin tidak mudah bagi saya untuk mengubah kenyataan, tetapi paling tidak saya bisa mengangkat suara mereka supaya diketahui dunia"

Di sisi lain, lantaran Shireen Abu Aqla merupakan seorang Kristen Palestina, hal tersebut mengingatkan kita semua bahwa perjuangan Rakyar Palestina itu tak sebatas pada masyarakat mayoritas Muslim Palestina semata.

Jadi sudah sepantasnya mereka diberi ruang yang lebih luas untuk melawan penjajahan zionis Israel di tanah Palestina.Gugurnya Shireen Abu Aqla yang melahirkan percakapan masif dan penting di media sosial bisa menjadi bahan bagi umat kristen Palestina untuk menyuarakan persatuan dalam perjuangan Rakyat Palestina yang selama ini terkesan dikooptasi oleh Umat Islam saja.

Perjuangan Palestina itu tak berbatas agama ini tentang penjajahan Bangsa Arab Palestina apapun agamanya, oleh Zionis biadab Israel.

Sehingga semua masyarakat dunia terkhusus Indonesia paham, percakapan tentang Palestina tak melulu satu agama, bahwa penjajahan Palestina bukan soal penindasan satu agama semata, tapi satu bangsa di bawah imperialisme Pemerintahan fasis Israel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun