Isu Pribumi dan Non-Pribumi belakangan kembali mengemuka dan menjadi perbincangan publik terutama di dunia maya.
Munculnya kembali isu tersebut setelah saya amati dan telusuri di media sosial ternyata ada kaitannya dengan ucapan Anies Baswedan dalam sambutannya sesaat setelah ia memenangkan Pilkada DKI 2017 dengan mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Saat itu, Anies Baswedan menyelipkan kata "pribumi" dalam pidatonya sehingga langsung menimbulkan kontroversi dan pro kontra yang sangat panjang, bahkan hingga saat ini.
Hal ini, dianggap berkaitan dengan politisisasi identitas yang dilakukan oleh pendukung Anies Baswedan ketika memenangkan Pilkada saat itu.
Nah saat ini, lantaran akan maju dalam Pilpres 2024, ada kesan Anies dan para pendukungnya tengah mencuci bersih sematan "pemain politik identitas"Â
Kita tahu lah, politisasi identitas kemudian berlanjut dalam Pilpres 2019 yang berefek membelah masyarakat sampai dengan saat ini.
Mungkin dengan menghapus sematan "pemain politik identitas" harapannya segmen pemilihnya bisa lebih luas dan menempatkan Anies Baswedan sebagai nasionalis sejati yang tak menggunakan etnis dan agama sebagai pendorong orang untuk memilihnya dalam pilpres 2024 kelak.
Namun, anehnya meski Anies mati-matian menghapus stigma tersebut, para pendukungnya tetap saja kerap membangun narasi politik identitas terutama yang berkaitan dengan agama, untuk membela pendiriannya.
Para pendukung kandidat pemimpin dan rata-rata penggiat kampanye mungkin sudah mafhum bahwa isu sektarian yang berhubungan dengan suku,etnis, dan agama adalah isu yang atraktif bagi calon pemilih dan bisa dengan mudah menggiring mereka untuk memilih kandidat pemimpin dengan hanya mempertimbangkan identitas kesukuan dan agamanya.
Faktor-faktor lain seperti kualitas kepemimpinan, attitude, pendidikan, kapasitas mengelola tata kelola pemerintahan yang bersih, dan program kerja yang akan dilakukan seolah-seolah diabaikan.
Menurut sejumlah sumber referensi yang saya dapatkan, istilah pribumi dan non-pribumi di Indonesia muncul pada masa penjajahan Belanda.