Jadi ini hanyalah kilah atau akal bulus pemerintah untuk mengubah kebijakan yang baru berumur 3 hari tersebut dengan tetap memberi muka pada Presiden Jokowi.
Kita semua tahu, sebelumnya dengan tegas dan meyakinkan Jokowi mengumumkan kebijakan baru terkait tata niaga minyak goreng, sesaat setelah dirinya memimpin rapat koordinasi tentang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, Â di Istana Merdeka, Jumat 22 April 2022 lalu.
"Dalam rapat itu, saya telah putuskan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian" begitu katanya seperti yang saya saksikan dalam channel Youtube milik Sekretariat Presiden.
Dalam pengertian saya dan mungkin seluruh rakyat Indonesia, "bahan baku minyak goreng" seperti yang diucapkan Jokowi itu adalah CPO dan segala turunannya.
Pengertian seperti yang saya pahami tersebut tercermin juga dalam headline berita berbagai media daring dan komentar para stakeholder industri kelapa sawit serta pengamat ekonomi baik secara nasional maupun internasional.
CNNIndonesia merilis kepala berita "Jokowi Larang Ekspor CPO, Harga Sawit Terjun Bebas 50 Persen."
Kompas.com "Petani Sawit Dukung Langkah Jokowi Hentikan Ekspor CPO"
Setali tiga uang Bisnis.Com pun merilis hal yang sama "Jokowi Larang Ekspor CPO, Bukti Kegagalan Menterinya"
Bahkan pemahaman yang sama juga terlihat secara internasional seperti terlihat dari reaksi pasar kelapa sawit dunia yang sehari setelah pengumuman itu dipublikasikan harga CPO dunia langsung meroket.
Perlu diketahui, 50 persen lebih suplai pasar kelapa sawit dunia berasal dari Indonesia, makanya keputusan Jokowi melarang ekspor berimplikasi besar terhadap sentimen harga sawit dunia.
Pun demikian dengan reaksi  pasar dalam negeri, karena pemahaman dari ucapan Jokowi tersebut yang dilarang itu seluruh produk kelapa sawit "CPO dan segala turunannya" maka harga tandan buah segar(TBS) kelapa sawit ditingkat petani sempat terjun bebas hingga lebih dari 40 persen dari harga sebelumnya.