Tapi begitu achievment positif diraih oleh lawan politik masing-masing, keduanya selalu saja menemukan jalan untuk merendahkan capaian-capaian positif tersebut.
Untuk memuluskan ambisi dan keinginan politiknya, mereka lebih suka menjual keburukan dan keburikan lawan politiknya dibandingkan menonjolkan capaian dan prestasi positif diri mereka sendiri.
Media sosial yang sebenarnya sangat bisa digunakan sebagai etalase untuk memajang prestasi diri agar disukai dan dipilih publik.
Lebih banyak digunakan sebagai sarana untuk memajang sisi negatif calon lawan atau lawan politiknya, agak buruk dan buriknya terpampang jelas dimata publik.
Tak jelas benar, apa yang terjadi dengan dunia politil Indonesia saat ini yang menurut saya sangat abai dengan etika.
Tapi itulah politik, yang kerap kali menghalakan segala cara dalam mencapai tujuannya.Â
Namun, jika sikap senang melihat manusia lain susah, susah melihat manusia lain senang  ditarik ke ranah personal.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Departemen Psikologi Mercer University Georgia Amerika Serikat hal tersebut bisa terjadi karena insecure yang jika dibiarkan bakal berujung pada depresi.
Sikap ini dalam keilmuan Psikologi disebut dengan istilah dalam bahasa Jerman "Schadenfreude" yang artinya sukacita dalam kerugian.
Schaden berarti kerugian dan freude artinya sukacita.
Orang yang bertepuk tangan penuh sukacita atas nasib naas pihak lain mungkin menganggap ada sesuatu dalam kejadian tersebut yang menguntungkan bagi mereka.