penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden terus bergulir menjadi bola liar.
NarasiÂSentral figure "ghibah," Â dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memang telah angkat bicara.
Namun, sayangnya Jokowi dianggap tak terlihat tegas dalam menanggapinya. Ia terkesan bersikap ambigu terkesan tak mengambil batas yang jelas dalam pernyataannya, seperti yang saya kutip dari CNNIndonesia.com.
"Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan (masa jabatan presiden), menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas saja berpendapat," kata Jokowi. "Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi."
Kendati demikian, sebenarnya pilihan kalimat Jokowi tak sepenuhnya salah juga dengan respon yang menyebutkanÂ
"siapapun boleh saja mengusulkan wacana dan perpanjangan, menteri,parpol karena ini kan demokrasi"
Karena penundaan pemilu 2024 yang akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden dan seluruh perangkat negara yang dipilih langsung diatur secara yuridis dalam Pasal 431 dan 432 Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017.
Dalam penjabaran Pasal 431 tentang pemilu lanjutan menyebutkan bahwa:
(1) "Dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan dalam Pemilu lanjutan."
(2)"Pelaksanaan Pemilu lanjutan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dimulai dari tahap Pemilu yang penyelenggaraannya tertunda".
Selanjutnya dalam Pasal 432 tentang Pemilu susulan dijelaskan bahwaÂ