Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pemerintah Aja Bingung Harga Minyak Goreng Tak Turun-turun, Apalagi Kita

15 Februari 2022   17:04 Diperbarui: 15 Februari 2022   18:12 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena harga dan "kelangkaan" minyak goreng ini memang ajaib. 

Di pasar tradisional yang harga jual minyak goreng-nya diatas batasan harga eceran tertinggi baru,  yang diberlakukan pemerintah 1 Februari 2022 pasokannya berlimpah.

Tapi dalam saat bersamaan di minimarket dan supermarket yang harga jualnya sesuai HET, malah langka.

Secara rata-rata nasional per hari ini 15 Februari 2022 menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga minyak goreng kemasan 1 berada di angka Rp. 19.650 per kg, minyak goreng kemasan 2 Rp. 18.450 per kg, dan harga minyak goreng curah Rp. 17. 450.

Artimya seluruh kebijakan Pemerintah yang dalam hal harga minyak goreng ini merupakan otoritas Kementerian Perdagangan hingga saat ini bisa disebut gagal.

Kemendag gagal melakukan stabilisasi harga minyak goreng yang meroket dalam 4 bulan belakangan.

Semenjak harga minyak goreng terus mengamuk, Kemendag telah mengeluarkan 3 kali kebijakan baru dan satu Peraturan Menteri Perdagangan.

Pertama pemerintah menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng subsidi Rp. 14.000 per liter di awal Januari 2022, yang mulai diberlakukan pada 19 Januari 2022.

Menurut Kemendag tak kurang dari 250 juta liter minyak goreng bakal digelontorkan pemerintah di pasar ritel modern maupun tradisional selama 6 bulan agar harga minyak goreng ada di level harga Rp.14.000.

Tadinya pemerintah berharap, setelah minyak goreng subsidi ini digelontorkan, produsen minyak goreng lain akan melakukan penyesuaian harga menjadi sebesar harga subsidi yang ditetapkan pemerintah.

Faktanya, ternyata harapan pemerintah jauh panggang dari api. Harga minyak goreng tak juga turun, malah stocknya ludes dan di pasar  ritel modern menjadi langka  sementara di pasar tradiisional yang harganya mahal stocknya berlimpah. 

Dana subsidi yang diambil dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebesar Rp. 7,6 triliun ludes untuk kebijakan ini, dengan dampak sangat minimal.

Seminggu setelah kebijakan harga subsidi itu tak berhasil, Kemendag mengeluarkan aturan baru. Dari sisi hulunya, eksportir minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunanya yang merupakan bahan baku utama minyak goreng untuk memasok pasar dalam negeri melalui skema Domestic Market Obligation (DMO) dengan harga khusus atau Domestic Price Obligation (DPO).

Harapannya dengan kebijakan ini pasokan minyak goreng dalam negeri akan terpenuhi dan harganya secara gradual akan turun ke level yang diinginkan pemerintah.

Pemerintah melalui kebijakan DMO dan DPO ini mematok harga produk sawit dalam bentuk CPO Rp. 9.300 per kg dan berbentuk olein Rp.10.300 per kg.

Kebijakan ini kemudian dikonstitusionalitas sebagai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag No. 19/2021 tentang Kebijakan Pengaturan Ekspor. Dalam poin XVIII Lampiran I beleid ini, tertulis bahwa 9 kode HS produk dalam kategori CPO, RBD palm oil, dan minyak jelantah harus mengantongi persetujuan ekspor (PE) untuk pengajuan permohonan pemuatan barang untuk ekspor.

Syarat yang harus dipenuhi produsen minyak sawit agar bisa melakukan ekspor antara lain Surat Penyataan Mandiri bahwa mereka telah menyalurkan CPO dan Olein serta minyak jelantah untik kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu.

Di sisi hilir Kemendag pun merilis kebijakan baru terkait HET, dengan 3 harga berbeda. Minyak goreng curah termasuk PPN Rp. 11.500 per liter.

Harga minyak goreng kemasan biasa Rp. 13.500 pwr liter. Dan minyak goreng kemasan premium Rp. 14.000 per liter.

HET ini mulai berlaku pada tanggal 1 Fenruari 2022.

Setelah dua minggu berlalu, hasil dari seluruh kebijakan ini nihil,  malah melahirkan fenomena aneh, di pasar ritel modern minyak goreng menjadi langka sementara di pasar ritel tradisional berlimpah tapi harga yang harus ditebus masyarakat mahal seperti harga sebelum intervensi pemerintah.

Anomali apa yang sedang terjadi dengan pasar minyak  goreng Indonesia?

Seperti dilansir media daring, banyak pengamat dan pelaku usaha beranggapan bahwa ada peran kuat kartel minyak goreng dalam situasi ini.

Hal ini diamini oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahwa mereka menemukan adanya indikasi kuat permainan kartel dalam penetapan harga pasar minyak goreng ini.

Melihat kondisi harga minyak goreng yang bergeming seperti saat ini sepertinya bongkar pasang kebijakan akan terus dilakukan pemerintah.

Apalagi hari-hari ke depan akan mendekati bulan Raamadhan dan Idul Fitri, dalam kondisi normal saja harga minyak goreng pasti naik, apalagi dalam situasi turbulensi seperti saat ini.

Langkah dan kebijakan  yang dikeluarkan pemerintah untuk stabilisasi harga minyak goreng ini seperti sedang melawan arus pasar.

Pasar yang sebenarnya diciptakan sendiri oleh pemerintah, seperti dalam hal kebijakan jaminan subsidi ke perusahaan produsen biodiesel, sehingga para produsen minyak sawit lebih memilih memasok kebutuhan mereka, daripada dijadikan minyak goreng.

Akh sepertinya Pemerintah kebingungan dalam menghadapi harga minyak goreng yang tak mau turun-turun, apalagi kita masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun