Aung San Suu Kyi hari ini Senin 10 Januari 2022 waktu setempat  kembali di jatuhi hukuman 4 tahun penjara oleh Pengadilan Junta Militer  Myanmar.
Mantan Pemimpin de facto MyanmarKali ini Suu Kyi divonis lantaran dianggap terbukti melanggar Undang-Undang ekspor impor dan masalah kepemilikan walkie talkie secara tidak sah.
Sebelumnya Suu Kyi telah dijatuhi vonis oleh Pengadilan yang sama  dengan durasi yang serupa 4 tahun penjara untuk 2 kasus berbeda yakni penghasutan sehingga menimbulkan keonaran dan melanggar aturan pembatasan Covid-19 pada awal Desember 2021 yang lalu.
Selain 2 vonis yang telah dijatuhkan, Suu Kyi harus menghadapi deretan dakwaan lain yang dituduhkan oleh Pemerintah Junta Militer Myanmar yang memungkinkan wanita berusia 76 tahun ini harus mendekam di penjara selama 100 tahun.
Serangkaian dakwaan tersebut diantaranya, melanggar undang-undang kerahasiahan resmi, korupsi, dan melakukan kecurangan dalam pemilu.
Perjalanan hidup wanita yang menjadi pemimpin Partai NLD ini, sungguh sangat berwarna mendekati tragis.
Ia adalah putri pahlawan kemerdekaan Myanmar Aung San yang dibunuh pada tahun 1947 saat Suu Kyi berusia 2 tahun.
Suu Kyi menghabiskan masa mudanya di luar negeri, termasuk kuliah di Oxford University Inggris.
Di Oxford inilah, Suu Kyi bertemu dengan suaminya yang merupakan seorang akademisi Inggris bernama Michael Aris.Â
Dari pernikahannya dengan Aris, Suu Kyi memilii 2 putra yang kini tinggal di Ingris. Sebelum menikah Suu Kyi sudah bersepakat dengan Aris, bahwa ia akan terus berjuang untuk Myanmar dan jika suatu saat ia harus kembali ke tanah airnya tak boleh dihalangi.
Pada 1988, Suu Kyi terpaksa harus pulang ke Myanmar lantaran sang ibu tengah kritis akibat sakit yang dideritanya.
Nah, saat itu lah rakyat Myanmar tengah mencari sosok yang bisa menjadi pemersatu bangsa dan mampu menjadi simbol perlawanan terhadap junta militer yang lama menguasai negeri yang dulu disebut Burma tersebut.
Panggung politik perdana Suu Kyi menurut sejumlah sumber referensi yang saya dapatkan, adalah saat dirinya berdiri dihadapan para demonstran saat protes berdarah di Pagoda Shwedagon pada Agustus 1988.
Diperkirakan hampir 3.000 warga Myanmar meninggal dalam rangkaian panjang demonstarsi yang hari ini dikenal dengan Revolusi 8888.
Akibat aksinya memimpin demonstran untuk mewujudkan demokrasi di negaranya, junta militer menjadikan Suu Kyi sebagai tahanan rumah dari tahun 1989 hingga 2012.
Ia menghabiskan waktu total 15 tahun sebagai tahanan rumah junta militer Myanmar. Saat dikurung di rumahnya di Yangoon, ia kerap muncul dihadapan ribuan pendukungnya yang berkumpul di sisi lain pagar rumahnya.
Atas perjuangannya yang tak kenal lelah untuk menembus sekat-sekat demokrasi di Myanmar, Suu Kyi dianugerahi hadiah nobel perdamaian yang sangat prestisius pada 1991.
Aung San Suu Kyi menjadi salah satu wanita paling dihormati di dunia karena ketegaran dan perjuangannya melepaskan rakyat Myanmar dari cengkraman otoritianisme militer Myanmar.
Akhirnya upaya Suu Kyi mendekati kenyataan pada 2012, junta militer yang telah 65 tahun berkuasa mulai melakukan reformasi, Myanmar mulai belajar menjadi negeri demokrasi.
Perubahan politik yang terjadi saat itu berlangsung begitu cepat. Dimulai dengan munculnya Presiden Thein Sein, yang merintis jalan menuju sistem politik yang lebih terbuka.
Lalu pembebasan pimpinan oposisi Aung San Suu Kyi yang diijinkan ikut pemilihan umum. Suu Kyi kemudian menjadi anggota parlemen. Sekalipun tidak punya jabatan resmi, ia melakukan berbagai kunjungan ke luar negri dan mendapat sambutan luas.
Agenda kunjungan Obama merupakan pengakuan atas reformasi politik di Myanmar. Tapi masih banyak yang harus dilakukan. Memang ada sejumlah tahanan politik yang dibebaskan saat itu, tapi masih banyak yang mendekam di penjara.
Dalam perjalanannya, setelah kemudian Suu Kyi dianggap pemimpin de facto Myanmar, militer mulai gelisah.
Di mata dunia Internasional, Suu Kyi sudah mulai mendapat kecaman terkait perlakukan pemerintah Myanmar yang secara de facto dipimpinnya terhadap suku Rohingya di wilayah Rakhine Myanmar Selatan yang mayoritas beragama muslim.
Suu Kyi sendiri terkesan menutup mata atas perlakuan militer Myanmar yang kejam terhadap suku Rohingnya.
Dalam beberapa kesempatan, Suu Kyi terkesan menghindari isu-isu terkait suku Rohingnya ini. Ketika mencapai puncaknya perlakuan buruk Pemerintah Myanmar terhadap suku Rohingya, penduduk dunia marah, berteriak agar anugerah Nobel perdamaian yang disandang Suu Kyi dicabut saja.
Suu Kyi dianggap tak bertindak sebagai seorang peraih nobel perdamaian, harapan masyarakat dunia sebenarnya terlalu berlebihan terhadap Suu Kyi, karena selain memang posisi militer masih sangat kuat di Myanmar.
Suu Kyi tak berbeda jauh dengan politisi biasa saja yang merindukan kekuasaan, ia hanya lah seorang wanita tua yang terobsesi dengan kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H