Hingga saat ini, Kabinet Jokowi jilid II telah memiliki 22 posisi Wakil Menteri. Semenjak Kabinet Indonesia Maju diperkenalkan dan reshuffle kabinet pertama kali dilakukan, 14 posisi Wamen telah diisi.
Artinya, saat ini ada delapan kursi Wamen yang masih belum terisi. Terakhir, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden nomor 110 tahun 2021 tentang Kementerian Sosial, yang salah satu isinya menambah jabatan Wakil Menteri Sosial.
Sebelumnya, ada tujuh posisi Wakil Menteri di tujuh Kementerian yang sampai saat ini belum terisi, meskipun Perpresnya telah ditandangani oleh Presiden Jokowi, Kementerian tersebut adalah Wamen di Kementerian Tenaga Kerja, Wamen di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Wakil Kepala Bappenas.
Kemudian, jabatan Wamen di Kementerian Koperasi dan UMKM, Wamen di Kementerian Perindustrian, Wamen di Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral, Wamen di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Wamen di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ristek Dikti.
Apabila semua posisi Wamen ini sudah terisi berarti hanya 9 Kementerian teknis yang tak memiliki kursi Wamen dan ini jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa di periode ke II, yang jumlahnya 19 posisi Wamen.
Pertanyaannya kemudian, apakah posisi Wamen ini memang keberadaannya dibutuhkan untuk meningkatkan performa Pemerintahan Jokowi, atau sekedar hanya untuk bagi-bagi kue kekuasaan mengingat Koalisi Pemerintah Jokowi jilid II ini cukup gemuk.
Jika karena kebutuhan dan nyatanya memang demikian yang dibuktikan dengan efektifitas dan hasil kerja positif kementerian tersebut maka alasan yang disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno bahwa posisi Wamen diadakan karena kebutuhan, agar pemerintah bergerak dinamis dan efektif bisa dipertanggungjawabkan.
"Dalam perpres kelembagaan, beberapa kementerian memang ada posisi wakil menteri, tetapi tidak semuanya diisi. Diisi sesuai kebutuhan," ujar Pratikno, seperti dilansir CNNIndonesia.Com, Rabu (01/12/21) lalu.
Namun, apabila kemudian ternyata jalannya birokrasi di kementerian tersebut menjadi bertambah rumit, panjang, dan tak efesien.Bisa jadi posisi Wamen di kementerian tersebut tak dibutuhkan, keberadaannya hanya untuk memenuhi kuota bagi-bagi jatah kursi politik saja.
Di jaman modern dengan segala rupa teknologinya seperti saat ini, organisasi seharusnya bisa lebih ramping, agar bisa bergerak lebih gesit. Bukan malah digemukan, dengan keberadaan tambahan posisi baru.
Bahkan posisi Wamen ini jika kombinasi antara dirinya dengan menteri yang berada diatasnya tak sesuai atau tak klop, bisa jadi menimbulkan dualisme kepemimpinan alias matahari kembar, yang berpotensi merusak organisasi secara keseluruhan.