Penyakit yang diakibatkan oleh Covid-19 memang saat ini tengah happening, secara selama kurang lebih dua tahun terakhir, dunia seolah dikangkangi oleh virus yang menyerang sistem pernapasan ini dan membuat kehidupan manusia nyaris lumpuh dan mampu merubah kebiasaan manusia secara signifikan.
Namun, ingat kita pun masih harus menghadapi potensi destruktif kesehatan yang disebabkan oleh jenis virus lain yang jauh lebih dulu dikenal, yakni Human Immunodefeciency Virus (HIV) yang menimbulkan penyakit yang disebut Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Berbeda dengan Covid-19 yang vaksin atau anti virusnya telah ditemukan, untuk HIV hingga saat ini belum ditemukan.Â
Bahkan seperti halnya Covid-19, obat defenitif yang benar-benar mampu menyembuhkan AIDS belum juga ditemukan meskipun ada beberapa jenis obat yang bisa digunakan untuk menahan laju perkembangan virus seperti obat antiretroviral atau ARV sehingga harapan hidup para pengidap AIDS menjadi lebih panjang.
Makanya HIV/AIDS hingga saat ini masih menjadi biang ketakutan masyarakat global maupun lokal. Selain itu, HIV karena cara penularan virusnya yang hanya melalui cairan dari dalam tubuh terutama yang keluar dari alat kelamin dan darah, maka hal ini menimbulkan stigma buruk bagi para pengidapnya.
Seperti dilansir oleh sejumlah sumber referensi, Penularan HIV dominan karena faktor gaya hidup yang terlalu bebas, termasuk di dalamnya seks bebas berganti pasangan dan penggunaan jarum suntik pada penggunaan narkoba.
Jadi ada anggapan pengidap HIV/AIDS ini terjadi akibat mereka melakukan hal-hal yang melanggar norma-norma. Tetapi sebenarnya tak semua juga diakibatkan oleh hal-hal yang demikian.
Anak-anak yang tertular karena orangtuanya mengidap HIV/AIDS misalnya, atau karena keteledoran dalam penggunaan jarum suntik saat mendapat pelayanan kesehatan juga bisa terjadi.
Stigma buruk berkaitan dengan norma-norma inilah yang ternyata dalam perjalanannya membuat penanganan pengidap HIV/AIDS menjadi bertambah sulit.
Apalagi ditambah tersebarnya mitos-mitos yang kurang tepat terkait HIV/AIDS ini ditengah masyarakat, misalnya isu bahwa seseorang bisa tertular HIV jika hidup bersama dengan Orang dengan HIV atau ODHA.Â
Faktanya seperti yang dilansir situs Hello Sehat Kementerian Kesehatan,beragam penelitian bahwa HIV itu tak menular lewat sentuhan kulit (bersalaman, berpelukan, atau tidur diranjang yang sama), air mata, keringat, atau pertukaran air liur.
HIV hanya bisa ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh tertentu yang mengandung konsentrasi tinggi dari antibodi HIV, seperti darah, sumsum tulang belakang, air mani, cairan vagina dan anus, serta ASI.
Sebenarnya apa itu HIV, dan sejak kapan virus ini muncul?
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, HIV itu adalah sejenis virus yang sangat spesifik menyerang sistem imun tubuh manusia, khususnya sel CD4 atau biasa dikenal dengan T cell. Virus ini bekerja cukup agresif terhadap sistem imun tubuh manusia.
Padahal sistem imum ini lah yang melindungi tubuh manusia dari serangan bermacam penyakit, jika sistem imun tubuh ini sudah rusak maka tubuh akan mudah diserang oleh penyakit apapun.
Nah, kemudian setelah HIV ini menjangkiti tubuh akibatnya timbulah penyakit yang dikenal dengan nama AIDS. AIDS adalah penyakit kronis dengan sekumpulan gejala yang terkait dengan penurunan daya tahan tubuh, membuat pengidapnya sangat berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan lain yang lebih serius.
Tidak semua orang yang positif HIV otomatis juga terjangkit AIDS. Pengobatan HIV yang tepat guna bisa memperlambat atau menghentikan perkembangan virus HIV, yang pada akhirnya turut mencegah risiko AIDS.
Lantas sejak kapan virus mematikan ini mulai muncul?
Sejumlah ahli kesehatan dunia, lewat hasil penelitiannya menemukan bahwa HIV itu merupakan virus berjenis zoonosis yang bisa menular antar spesies dan ini diyakini ditemukan pertama kali di wilayah perbatasan antara Kongo dan Kamerun di Benua Afrika pada sekitar tahun 1920-an.
Virus HIV ini awalnya berasal dari Simian Immunodefeciency Virus (SIV) karena inangnya adalah simpanse, Menurut seorang Epidemolog asal Universitas Sherbrooke Kanada Profesor Jacques Pepin seperti dilansir koran Inggris Daily Mail.
Penyebaran SIV ke tubuh manusia karena andil besar kolonialisme, kelaparan, dan prostitusi di kawasan Afrika. Menurutnya, karena kelaparan salah seorang tentara pada masa perang dunia pertama terpaksa harus memakan simpanse  setelah terjebak di dalam hutan, dan dalam prosesnya masuklah darah simpanse pengidap SIV ini ke dalam darah manusia.
Selama perang dunia pertama terjadi  antara sejumlah negara seperti Jerman, Belgia, Perancis, dan Inggris untuk memperebutkan pengaruh dan wilayah kekuasan di benua Afrika terutama di Afrika Tengah di daerah perbatasan Kongo dan Kamerun.
Kemudian setelah itu mulailah transmisi virus dari simpanse terhadap manusia. Setelah menghinggapi tubuh manusia SIV ini berevolusi menjadi HIV, dan mulai menyebar melalui mereka yang terlibat dalam kolonialisasi dan para imigran serta perdagangan manusia (sex trade).
Pada tahun 1960-an, virus HIV menyebar dari Afrika ke Haiti dan orang-orang Kepulauan Karibia. Penyebaran berikutnya terjadi satu dekade setelahnya. Virus HIV berpindah dari Kepulauan Karibia ke New York City pada sekitar 1970, lalu ke San Francisco.
Akhirnya, virus HIV pun menyebar ke dunia dari Amerika Serikat lewat penerbangan internasional.
Meskipun demikian, mulanya penyakit HIV ini tidak dikenali masyarakat dan tenaga medis. Memang, virus HIV telah menyebar di Amerika Serikat pada tahun 1970-an, namun virus ini baru mulai disadari pada awal 1980-an.
Pada periode ini HIV diperkirakan telah menyebar ke hampir seluruh benua di dunia kecuali Asia, 100.000 hingga 300.000 orang saat itu mungkin sudah terinfeksi HIV.
Hal tersebut terdeksi lantaran virus ini menyerang sistem imun. Sehingga bermacam penyakit yang muncul diperkirakan sebagai akar masalahnya. Apalagi, belum ada konsep penyakit AIDS kala itu.
Kasus pertama yang tercatat pada tahun 1981 oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) berpusat pada kondisi kesehatan buruk yang dialami para pria homoseksual.
Para pria tersebut mengalami penurunan imunitas secara drastis dan terkena pneumonia. Setelah itu, muncullah istilah penyakit gangguan sistem imun yang diasosiasikan dengan GRID (gay-related immune deficiency) dan gay plague.
Penyakit ini erat kaitannya dengan kaum homoseksual karena kebanyakan penderitanya adalah homoseksual pada saat itu.
Lantas siapa yang pertama kali mengidentifikasi bahwa virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia itu dinamakan HIV? Menurut situs ilmu pengetahuan Science Focus, HIV ditemukan pertama kali oleh ahli Virologi asal Pasteur Institue Perancis bernama Profesor Luc Antoine Montagnier.
Atas jasanya ini Montagnier pernah diganjar penghargaan hadiah Nobel bidang Kesehatan pada tahun 2008. Sementara istilah penyakit AIDS pertama kali digunakan oleh CDC sebagai pendeskripsian yang disebabkan oleh HIV.
Menurut organisasi di bawah PBB yang khusus menangani AIDS, UNAIDS pada tahun 2020 HIV telah menginfeksi 38 juta manusia, dan 20,1 juta diantaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Untuk kasus baru HIV pada tahun 2020, WHO memperkirakan tak kurang dari 1,5 juta kasus baru HIV di seluruh dunia., Afrika tercatat sebagai kawasan yang memiliki jumlah kasus HIV baru tertinggi dengan 880.000 kasus.
Di Indonesia kasus AIDS pertama kali ditemukan di Rumah Sakit Sanglah Bali pada pertengah tahun 1987, dalam kurun waktu 10 tahun sejak AIDS pertama kali ditemukan, pada akhir 1996 jumlah kasus HIV positif mencapai 381 dan 154 kasus AIDS.
Menurut data Kementerian Kesehatan, hingga Juni 2020 jumlah penderita AIDS atau ODHA Â di Indonesa dilaporkan mencapai 398.784 kasus. Dari jumlah tersebut, diperkirakan pada tahun 2020 ini jumlahnya meningkat menjadi 543.100 orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H