Ralf Rangnick sebagai calon kuat pelatih interim klub sepakbola yang bermarkas di Stadion Old Trafford Ini sangat bisa dipahami.
Euforia fans Manchester United menyambut kedatanganKenapa demikian?
Di bawah asuhan pelatih Ole Gunnar Solkjaers prestasi dan permainan MU memang buram, puasa gelar terus terjadi, cara mereka bermain pun yah so so aja layaknya tim semenjana, bahkan dalam pertandingan terakhir sebelum Ole di depak dari kursi kepelatihan lawan Watford tim medioker saja MU dibantai 1-4.
Dengan keberadaan Rangnick paling tidak fans MU bisa berharap ada perubahan dalam taktik dan sistem permainan, syukur-syukur bisa menaikan kembali level MU menjadi tim seperti layaknya klub sebesar Manchester United ini.
Tak salah juga harapan besar itu, digantungkan pada pundak Rangnick karena secara kapabilitas pelatih asal Jerman tersebut memang keren.
Skema permainannya yang menurut sejumlah media di sebut Gegenpressing atau pola permainan menekan begitu kehilangan bola  ini cukup moncer dipraktikkan diberbagai klub.
Bahkan konon katanya taktik pressing ala Rangnick ini menjadi sumber inspirasi bagi Jurgen Kloop pelatih Liverpool dan Thomas Tuchel yang menangani Chelsea, dalam membesut tim asuhannya.
Tapi ingat, Ralf Rangnick bukan Herry Houdini atau David Copperfield yang bisa menyulap MU hanya dalam semalam terus langsung permainannya jadi rancak dan menang terus.
Biasanya kan begitu, para pendukung klub ini kadang tak rasional asanya, Â harapan membuncah prestasi instan diharapkan, tak sesuai ekspektasi teriak-teriak minta pelatih di pecat lagi.
Rangnick itu terbiasa dengan proyek jangka panjang, itu yang terjadi saat membawa klub entah berantah seperti RB Leipzig dan Hoffenheim menjadi cukup berprestasi di Bundesliga dan terkenal.
Menurur sumber bacaan yang saya dapatkan, pola kepelatihan Rangnick ini banyak diinspirasi oleh Arrigo Sachi saat ia melatih AC Milan di era "The Dream Team" dan Valery Lobanovsky mantan pelatih Timnas Uni Sovyet dan Dynamo Kiev di era 80an akhir.
Rangnick kemudian mengembangkan cara bermain kedua tim. Secara sederhana, Rangnick menginginkan tim racikannya tampil proaktif dan menekan. Dia tidak ingin para pemain setengah-setengah dalam melakukannya.
Berkat  taktik yang ia racik sepenuhnya sensiri itu, Rangnick di juluki sebagai "The Profesor " oleh para pelaku sepakbola Jerman.
Namun demikian, meskipun reputasi Rangnick sebagai pelatih cukup bagus, ia tak pernah sekalipun berhasil membawa tim asuhannya juara liga atau turnamen major lainnya.
Prestasi tertingginya adalah membawa VfB Stutgart juara Intertoto Cup tahun 2000 , kasta ketiga dalam kompetisi Eropa di Bawah Piala Champions dan Piala Cup Winners Cup saat itu.
Selain itu ia hanya mampu membawa Hannover salah satu klub yang diasuhnya juara divisi 2 jerman, tapi bukan Bundesliga.
Jadi menurut saya sih, fans MU jangan berharap setinggi langit  kepada Rangnick untuk prestasi jangka pendek.
Sisakan ruang kesabaran lebih bagi pelatih yang kini berusia 63 tahun ini, Ralf Rangnick butuh waktu buat menata tim, apalagi ia hanya pelatih sementara meskipun ada opsi menjadi konsultan atau direktur teknik di Old Trafford.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H