Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ternyata Segini Harga Dasar Test PCR Sebenarnya, Bisa Lebih Murah Lagi?

29 Oktober 2021   14:15 Diperbarui: 29 Oktober 2021   14:31 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polemik terkait test polymerase chain reaction atau lebih akrab disebut test PCR ini terus bergulir, lantaran Pemerintah kelihatannya tak ajeg dalam menetapkan sebuah aturan.

Setelah sebelumnya ramai karena kebijakan yang berupa Surat Edaran Satgas Covid-19 nomor 21 tahun 2021 yang mewajibkan siapapun yang berpergian menggunakan pesawat udara wajib lolos dari test PCR.

Sontak saja kebijakan baru ini menimbulkan polemik yang berkepanjangan apalagi harga untuk melakukan test PCR ini tidak murah, setelah diturunkan pemerintah menjadi Rp.495 ribu - Rp.550 ribu per sekali test dari sebelumnya sekali test PCR dikenakan biaya Rp.900 ribu.

Harga Rp.495 hingga Rp 550 ribu itu untuk sekali test itu sangat memberatkan masyarakat yang akan bepergian, ongkos yang harus dikeluarkan oleh mereka besarannya bisa 2 kali, bahkan untuk tujuan-tujuan tertentu harga tiket pesawatnya lebih murah dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk test PCR.

Setelah gejolak terjadi di masyarakat yang memprotes kebijakan itu terutama di media sosial, Presiden Jokowi kemudian menginstruksikan kepada Menteri untuk segera menurunkan harga tes PCR di bawah Rp.300 ribu.

Dan ajaibnya instruksi penurunan harga test PCR itu bisa terjadi dalam jangka waktu yang luar biasa pendek, sesuatu yang aneh untuk harga sebuah komoditas, yang bisa diturunkan dengan begitu cepat.

Harga test PCR ini dalam jangka waktu kurang dari 3 bulan berhasil diturunkan 2 kali dengan besaran turunnya 3 kali lipat. Dari awalnya Rp.900 ribu per sekali test PCR menjadi hanya Rp275 hingga Rp.300 ribu per sekali test PCR.

Tentu saja hal ini menimbulkan tanda tanya, jangan-jangan sinyalemen adanya "mafia" dalam pelaksanaan test PCR ini memang benar adanya.

Dalam hitungan bisnis agak mustahil menurunkun sebuah hasil produksi sebesar itu, kalau tidak ongkos produksinya di bawah harga jualnya kecuali harga tersebut mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Faktanya subsidi itu tidak ada seperti yang diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ketika masyarakat meminta harga Rp.300 ribu itu kembali diturunkan.

"Apakah akan ada subsidi? Tidak ada. Karena kalau kita lihat, harga Rp 300.000 ini sudah cukup murah sekali," ujarnya seperti dilansir Kontan.co.id Selasa (26/10/21).

Jadi memang penurun drastis harga PCR tersebut murni karena pelaku bisnis test PCR ini dengan harga segitu pun sudah mengantungi keuntungan.

Kalau begitu,selama ini, dengan harga Rp.900 ribu bahkan bisa mencapai jutaan rupiah, para pelaku bisnis test PCR ini sudah mengeruk keuntungan yang sangat besar.

Seru juga rupanya menari diatas penderitaan masyarakat yang tengah kesulitan lantaran terhantam pandemi Covid-19, sementara mereka menangguk untung yang luar biasa besar.

Sebenarnya berapa sih modal dasar PCR ini dari mulai alat-alatnya hingga biaya operasionalnya?

Menurut Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy H. Teguh, seperti dilansir CNBCIndonesia.Com, agak sulit menentukan berapa harga dasar test PCR ini karena alat pemeriksaan dan reagen untuk kebutuhan PCR ini bermacam-macam dengan range harga yangcukup jauh.

Untuk mesin pengolahan test PCR dibutuhkan investasi antara ratusan juta rupiah hingga 2 miliar-an rupiah, sementara untuk harga reagen kisaran harganya antara Rp.100 ribu hingga Rp.500 ribu  tergantung asal dan kualitas barangnya.

Struktur biaya test PCR secara keseluruhan adalah 40 persen sampai 50 persen ongkos produksi habis untuk kebutuhan reagen dan APD, sisanya untuk membayar petugas administrasi, perawat, dan dokter serta membayar sewa ruangan.

Jika melihat struktur harganya yang sebesar Rp. 275 ribu ini, kemungkinan reagen yang digunakan yang berharga Rp.100 ribu yang diklaim Randy dipertanyakan kualitasnya.

Meskipun masyarakat tak pernah tahu juga ketika menbayar test PCR seharga Rp.900 ribu, reagen yang digunakan berharga Rp.500 ribu atau bisa jadi reagen yang digunakan ya yang Rp 100 ribu itu biar cuannya segede gaban.

Masyarakat itu tak pernah tahu komponen biaya dasar untuk hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, mulai dari harga obat-obatan hingga alat-alat kesehatan yang digunakan, semua gelap gulita, lamun ceuk orang sunda mah "teu katingali curuk-curuk acan" saking gelapnya.

Kilah-kilah pelaku bisnis test PCR itu ya sah-sah saja, namanya bisnis memang harus ada untung agar bisa berkelanjutan, tapi ya ga ya jangan gede-gede banget lah yang wajar-wajar saja.

India saja bisa murah kok, seperti dilansir Kompas.com harga test PCR di India bisa menyentuh angka Rp 160 ribu saja, dan itu menjadikan India sebagai negara dengan harga test PCR termurah di dunia.

Seharusnya Indonesia juga bisa dong menuju ke harga Rp. 160 ribu untuk test PCR ini, agak sulit sepertinya.  Walaupun saat ini seperti dilansir detik.com, Lion Air menawarkan harga test PCR seharga Rp.195 ribu saja.

Memang tarif sebesar itu khusus untuk area Jabodetabek di mitra jejaring kesehatan Daya Dinamika Sarana Medika (DDSM) dan Satu Laboratorika Utama (Swabaja).

Jika demikian seharusnya harga test PCR di Indonesia bisa semurah di India?

Menurut Menkes Budi Gunadi Sadikin, harga keekonomian test PCR di India bisa semurah itu lantaran seluruh bahan baku dan pembuatannya berasal dari dalam negeri.

Selain karena penduduknya 1,5 miliar jadi secara volume produksi bisa mendapatkan harga yang murah.  

"Mereka punya produksi di dalam negeri, kemudian economic cost-nya karena jumlah rakyatnya 2 billion, itu tercapai," ucap Budi.

Apakah Indonesia tak bisa memiliki sumber daya dan bahan bakunya sehingga tak bisa memproduksi sendiri? entah lah tak ada yang bisa menjawab ini.

Mungkin kalau alat-alat dan bahan baku test PCR-nya yang selama ini diimpor stock-nya sudah habis, Indonesia tiba-tiba bisa membuat sendiri alat-alat dan bahan baku test PCR.

Tak tahu lah, selalu saja ada yang mengambil kesempatan dalam kesempitan masyarakat. 

Eh iya, sekarang kabarnya Satgas Covid-19 merubah lagi kebijakan yang mewajibkan para calon penumpang pesawat untuk melakukan test PCR.

Bagi masyarakat di luar Pulau Jawa-Bali boleh kok menggunakan test antigen tak perlu PCR dalam kurun waktu maksimal 1x24 jam.

Kaya angin kebijakannya berubah-rubah arah terus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun