Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Habis Garuda Terbitlah Pelita Air, Begitukah?

28 Oktober 2021   12:08 Diperbarui: 28 Oktober 2021   14:11 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lolos dari ancaman kepailitin yang satu, kini maskapai Flag Carrier milik pemerintah, PT Garuda Indonesian Airways harus kembali menghadapi ancaman kepailtan yang lain, setelah salah satu vendornya di bidang teknologi informasi PT. Mitra Buana Koorporindo melayangkan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Garuda lewat Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. yang didaftarkan pada 22 Oktober 2021 pekan lalu.

Gugatan yang dilakukan itu terkait masalah utang Garuda yang besarnya Rp. 4,78 miliar. Padahal, baru sehari manajemen Garuda bisa bernafas lega lantaran gugatan serupa yang dilayangkan kreditur PT. My Indo Airlines ditolak hakim Pengadilan Niaga di PN Jakarta Pusat.

Kini kembali Garuda harus terancam pailit, jika gugatan PT Mitra Buana Koorporindo ini dikabulkan hakim, maka potensi Garuda dinyatakan "bangkrut" sangat besar.

Maskapai pembawa bendera bangsa yang berdiri sejak 29 Januari 1949 ini memang sedang dalam masa sulit yang panjang apalagi kemudian pandemi Covid-19 datang, kesulitan keuangan menjadi tambah parah lagi.

Berbagai gugatan PKPU ini bisa terjadi lantaran Garuda sudah tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pembayaran karena kondisi keuangannya morat-marit.

Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2020, Garuda membukukan rugi bersih sebesar Rp. 35,38 triliun atau setara dengan US$ 2,44 miliar.

Kerugian di masa pandemi Covid-19 ini meningkat 61,74 persen dari kerugian Garuda pada 2019 yang sebesar US$ 38,93 juta atau senilai Rp. 564 miliar.

Memang, Garuda pada tahun 2020 masih membukukan pendapatan sebesar Rp.21,60 triliun. Tetapi beban usaha yang harus ditanggung perseroan lebih besar lagi yakni sebesar Rp. 47,85 triliun.

Ekuitas atau modal yang dimiliki Garuda saat ini sudah berada di zona negatif yakni minus Rp. 28,130 triliun. Sementara utang jangka pendek yang harus segeradibayarkan perusahaan berkode saham GIAA ini sebesar Rp. 62,205 triliun.

Liabilitas atau utang jangka panjang yang harus dibayarkan Garuda lebih besar lagi, mencapai Rp. 122,235 triliun, jadi secara keseluruhan kewajiban yang dimiliki Garuda sebesar Rp. 184,4 triliun.

Angka yang luarbiasa besar dan mungkin sudah tak tertanggungkan, apalagi dengan kondisi dunia penerbangan saat ini yang merana akibat pandemi Covid-19.

Makanya kemudian, selain karena ancaman kepailitan, utang yang menggunung ini membuat pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN menarasikan opsi lain, yakni mewacanakan Pelita Air Service perusahaan penerbangan anak usaha dari PT. Pertamina yang selama ini melayani penerbangan tak berjadwal alias carter sebagai pengganti flag carrier Garuda Indonesia Airlines.

Pertanyaannya bisa kah Pelita Air Service yang notebenenya sebuah perusahaan penerbangan kecil yang memiliki spesialisasi melayani klien-klien dari bidang migas ini ditarik dan dibuat menjadi flag carrier menggantikan Garuda?

Dari segi apapun, perjuangan bakal berat sekali bagi Pelita menggantikan Garuda.

Untuk pengadaan pesawatnya saja misalnya, dibutuhkan biaya yang luar biasa besar dan akan menjadi beban besar lagi bagi negara. Meskipun memang bisa saja pesawat-pesawat milik dan yang sedang di sewa Garuda dialihkan ke Pelita Air.

Tapi tetap saja tak akan cukup dan membutuhkan waktu dan biaya. 

Saat ini menurut situs resmi Pelita Air, mereka hanya memiliki 9 pesawat terbang fixed wings yang kebanyakan bermesin turboproof alias baling-baling, dengan jenis pesawat ATR 42-500, ATR 72-500, Casa 212-200 dan AT 802. 

Helikopter merupakan jenis pesawat terbanyak yang dimiliki Pelita Air saat ini yakni sebanyak 15 unit, karena pada dasarnya Pelita Air memang didirikan untuk melayani perusahaan-perusahaan migas yang membutuhkan angkutan udara poin-to poin dalam jarak tak terlalu jauh.

Belum lagi berbicara masalah sumber daya dan pengalamannya serta yang paling penting operasionalnya. Apabila mengganti Garuda dengan Pelita Air terpaksa harus dilakukan maka itu seperti deep overhaul yang memerlukan biaya raksasa dan prosesnya akan sangat panjang.

Dengan upaya keras seperti itu pun tak ada jaminan juga Pelita Air bakal sukses menggantikan Garuda yang brand-nya memang sudah dikenal secara global.

Meskipun demikian, memang faktanya Garuda sedang dalam turbulensi keuangan parah  yang berpotensi besar mematahkan struktur perusahaan secara keseluruhan.

Menurut Staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga satu-satunya cara yang bisa menyelamatkan Garuda adalah negosiasi dengan para kreditur dan lessor atau penyedia jasa penyewaan pesawat

"Jadi kita akan sangat-sangat bergantung pada negosiasi yang sedang dilakukan," ujarnya seperti dilansir BBC.com.

Jika negosiasi itu gagal, maka besar kemungkinan nama besar Garuda Indonesian Airways bakal tinggal sejarah. Hal itu harus dilakukan karena menurut Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo tak mungkin lagi negara memberikan penyertaan modal kepada Garuda.

"Tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar,'" katanya seperti dilansir Kompas.com.

Di lain pihak,DPR mendesak pemerintah agar tetap menyelamatkan Garuda meskipun harus kembali disuntikan modal yang jumlahnya cukup besar.

Memang berat kondisi kesehatan keuangan Garuda ini, dan pemerintah seperti ada dipersimpangan jalan antara alasan sentimentil dan rasional. Sebenarnya, apabila mau berbicara rasional sebatas urusan bisnis,Garuda sudah harus tutup sejak beberapa tahun lalu.

Tapi yah kita tunggu deh,apakah Pelita Air Service akan menggantikan Garuda dengan segala kelebihan dan lebih banyak kekurangannya atau menyelamatkan Garuda at all cost...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun