Ketika peminjam telat membayar, denda keterlambatan harus ditanggung dan beban denda tersebut luar biasa besar dan menumpuk alhasil pinjaman tersebut menjadi nyaris mustahil untuk dilunasi.
Pada saat hal ini terjadi, datanglah teror dari penagih hutang dengan cara-cara yang diluar akal sehat manusia. Tak ayal banyak cerita mengenaskan dari masyarakat yang terjerat pinjol, bahkan ada yang nekad mengakhiri hidupnya karena teror dari para penagih utang tersebut.
Pinjaman online sejatinya merupakan salah satu produk dari Financial Technology (Fintech) yang di dunia keuangan dan teknologi biasanya disebut peer to peer lending.
Fintech sendiri menurut situs Bank Indonesia.go.id merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah ekosistem jasa keuangan serta model bisnisnya dari konvensional menjadi moderat.
Tak ada yang salah sebenarnya dengan fintech ini sepanjang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini OJK, BI, dan Kemenkominfo.
Aturannya jelas dalam Peraturan OJK (POJK) nomor 77 tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi, kemudian Peraturan Bank Indonesia nomor 18/40/PB/2016 tentang Penyelenggaraan pemrosesan Transaksi Pembayaran dan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 18/22/DKSP Perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital.
Dalam aturan-aturan tersebut ada batasan-batasan tertentu yang harus dipatuhi oleh pelaku fintech dan para pihak yang terlibat di dalamnya, termasuk di dalamnya pembatasan bunga yang dikenakan pada para peminjam bahkan hingga tata cara penagihannya.
Namun, ya itu lah segala sesuatu hal termasuk fintech ini memberikan ekses negatif jika pada pelaksanaannya disalahgunakan. Pada dasarnya fintech termasuk pinjol ini bisa dipergunakan untuk memperluas inklusi keuangan terhadap masyarakat yang tak terjangkau oleh industri keuangan konvensional.
Inklusi keuangan masyarakat memang meluas dan menurut data yang dirilis OJK perputaran uang di industri fintech ini cukup besar sekitar Rp.260 trliun dengan nasabah sebanyak 68 juta orang.
Sebagai tambahan informasi ada beberapa pinjol legal seperti Kredivo misalnya mereka kini berhasil menguasai 40 persen saham Bank Bisnis Indonesia Tbk, kemudian ada Akulaku  melalui induk usahanya PT. Akulaku Silvrr yang berhasil mengakuisisi 14,28 persen Bank Yudha Bhakti.
Jadi sebenarnya secara bisnis fintech peer to peer lending ini jika dijalankan dengan benar sekalipun memiliki prospek yang moncer