Pejuangan tim bulutangkis putra Indonesia dalam memenangkan Piala Thomas 2020 yang sudah 19 tahun tak pernah dimenangkan sungguh sangat menggembirakan dan membanggakan seluruh bangsa Indonesia.
Pada final Indonesia berhasil mengalahkan juara bertahan China dengan skor cukup telak 3-0, apresiasi setinggi-tingginya patut dan sudah seharusnya kita berikan pada seluruh tim bulutangkis atas upayanya mengembalikan piala paling bergengsi untuk nomor beregu putra ke pangkuan Ibu Pertiwi setelah selama 19 tahun tahun dipegang secara bergantian oleh kekuatan lain bulutangkis dunia.
Tanpa mengurangi rasa bangga kepada perjuangan para atlet bulutangkis dalam memenangkan Piala Thomas, rasa masygul terbersit di dalam dada setelah ternyata menyaksikan fakta bahwa Sang Saka Merah Putih yang merupakan lambang kedaulatan dan kebanggaan bangsa Indonesia tak bisa dikibarkan meskipun Indonesia memenangkan Piala Thomas 2020.
Padahal 3 bendera negara semifinalis lain China, Denmark dan Jepang berkibar dengan gagahnya di  Ceres Stadion Arhuss Denmark, sementara Merah Putih harus digantikan oleh Bendera berlogo PBSI organisasi  yang menaungi cabang olahraga bulutangkis.
Kondisi ini bisa terjadi  karena Indonesia dianggap tak patuh terhadap penegakan aturan anti doping yang ditetapkan oleh Badan Anti-Doping Dunia (WADA) dalam test doping plan 2020, makanya kemudian Indonesia terkena hukuman tak boleh mengibarkan bendera kebangsaan Merah Putih meskipun memenangkan Piala Thomas 2020.
Menururt sejumlah bacaan yang saya dapatkan Surat pemberitahuan dari WADA  bahwa Indonesia termasuk negara  dengan status non-compliance dalam urusan anti doping ini sudah diberitahukan secara formal sejak 15 September 2021.
Formal notice itu dikirimkan agar Indonesia dalam hal ini Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) yang merupakan satuan tugas yang berada di bawah koordinasi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bisa memberikan bantahan serta memberikan bukti-bukti bahwa Indonesia complied terhadap standar aturan anti doping internasional.
Waktu yang diberikan oleh WADA kepada Indonesia untuk membuktikan hal kepatuhan terhadap aturan anti-doping itu 21 hari.
Artinya pihak Kemenpora selaku pemilik tugas dalam kegiatan yang berhubungan dengan keolahragaan secara internal maupun eksternal harus menjawab formal notice WADA ini paling lambat tanggal 7 Oktober 2021.
Ndilalahnya Kemenpora baru merespon formal notice WADA itu sehari setelahnya. Tak pelak lagi hukuman dijatuhkan lah pada Indonesia sebagai negara non compliance terhadap kode etik anti doping Internasional,Â
Seperti dilansir Kompas.Com  selain Indonesia ada 2  organisasi anti doping dari negara Korea Utara dan Thailand yang dihukum oleh WADA karena tak patuh pada kode etik anti doping internasional.
Dengan dihukumnya Indonesia oleh WADA bukan hanya tidak akan bisa mengibarkan bendera Merah Putih di semua ajang olahraga internasional seperti yang terjadi pada Kejuaraan Piala Thomas 2020, imbasnya Indonesia dianggap tak memenuhi syarat untuk menjadi tuan rumah ajang olahraga apapun untuk tingkat regional apalagi internasional selama 1 tahun kedepan.
Hukuman ini bisa diperpanjang andai dalam satu tahun kedepan Indonesia masih tak mematuhi kode etik anti doping internasional.
Padahal ada banyak agenda olahraga internasional di Indonesia dalam rentang satu tahun kedepan.
Sebut saja misalnya World Superbike 2022, Formula e 2022, Kejuaraan Basket Asia, Turnamen Bulutangkis Indonesia Master dan Indonesia Open serta BWF World Tour Final akhir tahun 2021.
Pihak Kemenpora dan LADI sedari awal tak pernah terbuka kepada publik terkait bermasalahnya urusan anti doping di Indonesia ini.
Masyarakat Indonesia baru ngeh dan mengetahui bahwa urusan anti doping Indonesia ini bermasalah saat sejumlah media mulai ramai memberitakan saat pertandingan Piala Thomas berlangsung, bahwa kemungkinan besar jika Indonesia juara Piala Thomas sekalipun tak diperbolehkan mengibarkan bendera Merah Putih.
Ketika Indonesia memenangkan Piala Thomas 2020 ternyata benar yang dikerek bendera logo PBSI, bukan Merah Putih.
Sontak situasi ini memicu amarah warganet +62 yang dikenal sangat ganas apalagi itu terkait dengan badminton dan rasa nasionalisme.
Kemenpora di bully habis-habisan, menyikapi hal tersebut kemudian Menpora Zainuddin Amali mengadakan Konferensi Pers untuk memberikan klarifikasi terkait masalah anti doping yang berujung jatuhnya hukuman bagi Indonesia.
Dalam rilisnya seperti yang dikutip dari situs Kemenpora.go.id, Â Zainudin mengaku bergerak sangat cepat untuk melakukan koordinasi dengan LADI pada tanggal 8 Oktober 2021.
Padahal formal notice dari WADA kepada LADI sudah dikirimkan dan diterima LADI sejak tanggal 15 September 2021 dan sudah diberi tenggat waktu selama 21 hari untuk merespon surat tersebut.
Saya tak tahu sepanjang apa birokrasi dan prosedur yang harus ditempuh jika 21 hari hingga tenggatnya lewat itu disebut "gerak cepat" seperti yang diungkapkan Menpora.
Atau memang yang terjadi selama ini koordinasi antara LADI dan Kemenpora tak berjalan dengan baik.
Di bagian lain rilisnya Menpora mengaku tak khawatir terkait isu hukuman bagi dunia olahraga Indonesia ini lantaran tak terpenuhinya kuota test anti doping yang berujung hukuman lantaran penyelenggaraan kegiatan olahraga di Indonesia pada 2020 terhenti akibat pandemi Covid-19.
"Dan segera kuotanya akan terpenuhi dari pelaksanaan PON 2021 di Papua." Begitu tulis Zainudin.
Seharusnya hal itu disampaikan Menpora sebelum tenggat waktu dilewati. Jika memang pandemi dijadikan alasan sepertinya pihak WADA akan memaklumi karena memang  mereka tahu persis apa efek pandemi terhadap penyelenggaraan olahraga.
Saya menduga ini merupakan efek akumulasi pelanggaraan kode etik anti doping yang dilakukan Indonesia sejak sebelum pandemi hingga akhirnya WADA menjatuhkan hukuman berat.
Ironisnya dalam pernyataan Menpora terkait masalah ini, hingga saat artikel ini ditulis tak ada satu pun kata 'maaf' yang diucapkan kepada atlet dan seluruh masyarakat Indonesia.
Padahal diakui atau tidak pelarangan pengibaran Sang Saka Merah Putih di ajang Piala Thomas 2020 akibat kelalaian dan keteledoran yang dilakukan oleh Kemenpora dalam menyikapi masalah anti doping ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI