Seiring pekembangan waktu, budaya penggunaan pewarna bibir sampai ke wilayah mesir dan Yunani, hingga kemudian menyebar ke wilayah Romawi.
Di Mesir gincu ini menunjukan status sosial seseorang, dalam keseharian laki-laki dan perempuan memakainya, agar tahan lama sentuhan akhir resin dan karet digunakan oleh mereka.
Pada masa ini, pilihan warna gincu mulai beragam dari warna oranye, magenta bahkan hingga warna biru kehitaman, meskipum tetap saja warna merah masih mendominasi warna gincu.
Nah dimasa ini konon katanya"The famous" Cleopatra yang hidup pada masa 50 SM di Mesir menggunakan warna kemerahan  "carmine" sebagai perona bibirnya.
Carmine ini dihasilkan dari ekstrak kumbang Chocineal yang suka memakan tumbuhan kaktus berwarna merah dan mengeluarkan cairan berwarna merah pekat, cairan inilah yang kemudian dikenal bernama carmine.
Untuk mendapatkannya, kumbang tersebut direbus dan dikeringkang lantas ditumbuk hingga benar-benar halus.
Teknik pembuatan gincu seperti ini masih digunakan hingga saat ini meskipun dilakukan dengan menggunakan mesin.
Sementara gebyar gincu di Mesit mulai menurun, di Wilayah Yunani penggunaan pewarna bibir semakin marak dan menyebar.
Berbeda dengan di Mesir, dalam penggunaanya di wilayah Yunani terjadi pergeseran pola sosial dan hukum, para pemakai pewarna bibir pada perempuan diasosiasikan sebagai pelacur.
Dalam hukum Yunani saat itu, pelacur yang tak menggunakan gincu dan keluar di jam yang salah seperti yang telah ditetapkan akan dikenai hukuman lantara dianggap menyamar sebagai perempuan biasa.
Namun, meskipun masah dalam wilayah Yunani bangsa Minoan yang berada di daerah Kreta dan Thera memandang penggunaan gincu secara lebih terbuka.