Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Blunder Perhelatan Formula E, Anies Baswedan Maju Kena Mundur Apalagi

14 September 2021   07:59 Diperbarui: 14 September 2021   17:20 1644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik penyelenggaraan balapan mobil listrik formula e di Jakarta sepertinya  akan bergulir lebih besar lagi, posisi Anies Baswedan akan semakin terjepit.

Kabar kurang mengenakan terkait perhelatan ini kembali menguar, setelah surat laporan rencana kegiatan formula E dari Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta kepada Gubernur Anies Baswedan beredar ke berbagai media.

Melansir Kompas.com, dalam surat tertanggal 15 Agustus 2021 itu tertulis bahwa Dispora DKI Jakarta mengingarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Cq Gubernur DKI Jakarta harus segera mengokasikan dana untuk membayar commitment fee selama 5 tahun sesuai MoU yang telah ditandatangani oleh Pemprov DKI dengan FEO Ltd selaku pemegang franchise balapan mobil listrik formula E.

Commitmen fee yang harus dibayarkan jumlahnya sangat besar, dalam kontraknya selama 5 Pemprov DKI Jakarta harus membayar 121,02 juta Poundsterling atau Rp. 2,3 triliun dengan perincian,

Sesi I musim balapan 2019/2020 commitment fee yang harus dibayar 20 juta Poundsterling, Sesi II 2020/2021 22 juta Poundsterling, sesi III 2021/2022 24,2 juta Poundsterling, Sesi IV tahun 2022/2023 26,62 juta Poundsterling, dan Sesi V  29,282 juta Poundsterling.

Jika commitment fee itu tak dibayarkan, Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta seperti yang tertulis dalam surat itu terancam diseret ke Pengadilan Arbitrase Internasional.

"Dan apabila kewajiban tersebut tidak bisa dilaksanakan, maka akan dianggap sebagai perbuatan wanprestasi yang dapat digugat di Arbitrase Internasional di Singapura," tulis Dispora DKI, seperti dilansir Kompas.com.Senin (13/09/21).

Arbitrase Internasional menurut Jurnal Arbitrase Internasional mirip dengan proses litigasi di pengadilan domestik tetapi putusannya diambil oleh para arbiter yang telah dipilih.

Dan putusan yang telah ditetapkan bersifat konsensual, mengikat dan netral. Biasanya pengadilan arbitrase ini untuk menyelesaikan sengketa bisnis lintas negara.

Surat laporan ini kebenarannya sudah terkonfirmasi seperti yang diungkapkan oleh Gilbert  Simandjuntak Anggota Komisi E DPRD DKIJakarta.

"Iya sudah dikonfirmasi betul," kata Gilbert.

Posisi Gubernur DKI Anies Baswedan seperti "maju kena mundur kena", tak dibayar ia harus siap digugat karena dianggap wanprestasi, dibayar tetapi penyelenggaraan tak dilangsungkan akan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena dianggap merugikan keuangan negara.

Merugikan keuangan negara diatur dan didefinisikan dalam 3 undang-undang sekaligus, Pasal 1 angka 15 Undang-Undang nomor 15 tahun 2006 tentang BPK.

Pasal 1 angka 22 Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Bunyi dari kedua UU ini identik.

"Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai."

Dan terakhir dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan yang dimaksud dengan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara adalah 

"kerugian yang telah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk"

Dan indikasi awal temuan BPK terkait hajatan formula E yang digagas Anies ini sudah ada dan tersebar luas

Seperti dilansir situs resmi lembaga audit negara BPK.go.id, telah ditemukan oleh auditor BPK wilayah DKI Jakarta.

Bahwa Pemprov DKI telah melakukan pembayaran senilai 53 juta Poundsterling atau setara Rp.983,31 milyar kepada pihak Formula E Organization (FEO).

Dengan perincian, untuk comitment fee penyelenggaraan pada tahun 2019 telah dibayarkan 20 juta Poundsterling atau Rp. 360 milyar.

Fee untuk tahun penyelenggaraan 2020 telah dibayarkan sebesar 11 juta Poundsterling atau Rp. 200,31 milyar dan Bank Garansi sebesar senilai 22 juta Poundsterling atau Rp.423 milyar.

Jika mengacu pada surat Dispora DKI tadi, commitment fee 2019-2020 yang telah dibayarkan sebesar Rp.360 plus Rp. 200,31 menjadi Rp.560,31 milyar tak akan bisa ditarik kembali meskipun kita tahu semua bahwa tak ada penyelenggaraan formula E pada tahun tersebut, tetapi tetap fee harus dibayarkan kepada FEO.

Artinya kerugian negara sangat potensial terealisasi untuk kemudian menjadi faktual. Kondisi ini besar kemungkinan akan membuat pihak-pihak yang terlibat dalam perhelatan balap mobil listrik formula E termasuk Gubernur Anies Baswedan dianggap merugikan uang negara dan terjerat UU Tindak Pidana Korupsi 

Andai pun mereka tidak secara sengaja melakukannya, tetapi terdapat unsur kelalaian dalam memastikan MoU antara Pemprov DKI Jakarta dengan FEO itu tidak merugikan keuangan negara.

Ingat, yang digunakan untuk membayar commitment fee itu uang rakyat yang diamanatkan untuk dikelola dan digunakan lewat APDB DKI Jakarta, yang seharusnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat.

Hanya segelintir orang yang tahu persis apa isi MoU terkait balapan Formula E Ini, bahkan besar kemungkinan anggota parlemen daerah DKI Jakarta pun tak tahu persis.

Makanya kemudian untuk mengetahui lebih jauh ada apa dibalik layar perhelatan balapan ini termasuk isi MoU tersebut, 33 anggota DPRD dari Fraksi PDI-P dan PSI mengajukan hak bertanya atau interpelasi.

Namun, Anies Baswesdan dan Pemprov DKI lebih memilih menolak hak interpelasi dengan alasan lebih berkonsentrasi menangani pandemi Covid-19.

Mereka melakukan lobby-lobby politik kepada 7 partai lain agar hak interpelasi itu tak terwujud yang beritanya sudah kita tahu semua.

Situasi ini makin meyakinkan kita bahwa ada yang salah dalam proses penyelenggaraan formula E, termasuk dalam hal MoUnya tersebut.

Namun kebusukan perlahan bakal terkuak, Surat Dispora DKI  terkait commitment fee yang harus dibayarkan yang ditujukan pada Pemprov DKI tadi mengindikasikan kesalahan itu.

Jika benar dan ternyata kedepannya dana yang sudah digelontarkan tak dapat ditarik kembali apalagi kemudian Pemprov DKI harus tetap membayar fee untuk 3 tahun ke depan, program penyelenggaraan formula E bakal menjadi blunder terbesar Anies yang bisa membawa dirinya berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sekali  lagi, "Jika" kondisi ini terjadi, ini bakal menjadi akhir bagi karir politik Anies Baswedan. Kita lihat apa yang akan terjadi kemudian, apakah blunder ini bisa di recovery oleh Anies Baswedan atau terjeremus lebih dalam.

Karena mungkin saja dalam beberapa hari ke depan dokumen-dokumen terkait program formula E akan banyak muncul ke publik yang semakin menguatkan bau amis dalam proses perhelatan ajang balap mobil listrik ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun