Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pudarnya Asa terhadap KPK

31 Agustus 2021   11:53 Diperbarui: 31 Agustus 2021   17:02 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK saat ini mungkin sedang dalam titik nadir, berbagai permasalahan yang menggerus marwahnya terus menghantam bertubi-tubi.

Belum selesai urusan Test Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diyakini oleh banyak pihak sebagai upaya untuk menggusur para pegawainya yang "benar-benar ingin memberantas korupsi".

Datang lagi persoalan baru, kali ini dari level pimpinannya, Wakil Ketua KPK Lili Pintuali Siregar dinyatakan telah melakukan pelanggaran etik berat oleh Dewan Pengawas KPK.

"Mengadili satu menyatakan terperiksa Lili Pintauli Siregar bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b dan a, Petaturan Dewan Pengawas Nomor 2 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, seperti dilansir CNBCIndonesia, Senin (30/08/21).

Ironisnya, meskipun telah dinyatakan bersalah, Lili menurut salah satu anggota Dewas Albertina Ho yang membacakan kronologis kasusnya yang tersebar diberbagai media, ia tak menunjukan rasa penyesalan atas perbuatannya tersebut.

Ironi lainnya, hukuman yang dijatuhkan pun dianggap oleh banyak pihak tak sepadan. LIli hanya dijatuhi hukuman potong gaji pokok sebanyak 40 persen selama 12 bulan.

Dan ternyata gaji yang dipotong tersebut jumlahnya sangat kecil dibandingkan take home pay yang ia terima per bulan  lantaran mengacu pada gaji pokoknya saja.

Seperti dilansir Kompas.com, diketahui gaji pokok Lili sebagai Wakil Ketua KPK sebesar Rp. 4.620.000. Artinya, jika dipotong 40 persen gaji pokok Lili itu berkurang Rp. 1.848.000 saja.

Meski demikian Wakil Ketua KPK ini masih menerima pendapatan sebesar Rp.107.971.250 per bulan.

Karena dalam sistem penggajian pimpinan KPK, yang besar itu tunjangannya bukan gajinya.

Selain Lili, sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri pun pernah melanggar kode etik dan pedoman perilaku terkait penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi pada September 2020 lalu.

Dewas waktu itu menghukum Firly dengan teguran tertulis II, agar ia tak mengulangi lagi perbuatannya.

Dengan fakta-fakta tersebut, ditambah mandeknya beberapa kasus salah satunya pencarian Harun Masiku yang tak kunjung diketahui keberadaannya, serta konflik internal terkait TWK.

Rasanya asa kita kepada KPK untuk memberantas korupsi yang tambah merajalela di Indonesia kian memudar.

KPK yang awalnya menjadi harapan besar  bagi pemberantasan korupsi di Indonesia perlahan namun pasti mulai menjauh dari harapan tersebut.

Di awal pendiriannya, KPK meskipun masih jaub dari sempurna, tapi paling tidak memberikan seberkas harapan terhadap pemeberantasan korupsi yang pada masa orde baru terjadi secara masif.

Masyarakat berharap KPK bisa menjadi titik tumpu pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya.

KPK menjadi salah satu lembaga negara idola baru masyarakat, mendengar nama KPK saja bayangannya mereka itu berintegritas "suci dalam pikiran dan perbuatan," cerdas, bertanggungjawab dan dapat dipercaya.

Agak sulit bagi siapapun masyarakat kecuali para penggarong uang negara untuk tak mencintai KPK.

Pokoknya KPK itu jaminan mutu lah, meskipun memang banyak dinamika yang terjadi dalam perjalanannya.

Setiap periode kepemimpinan di KPK memiliki tantangan dan kelemahan masing-masing.

Periode awal KPK  jilid pertama antara tahun 2003 hingga 2007 banyak persoalan yang berkaitan dengan independesi lembaga anti rasuah tersebut.

Namun demikian masyarakat masih memaklumi dan tetap menggantungkan asa yang besar terhadap lembaga baru ini, toh mereka kan baru berdiri masih butuh banyak pengalaman dan pengetahuan agar KPK ini bisa berjalan lebih baik.

Jilid kedua, persoalan integritas pimpinan sempat jadi masalah, tetapi penampilan KPK kala itu sungguh memesona.

Mulai dari Jaksa Urip yang terlibat kasus BLBI, sejumlah politisi hingga Polisi berpangkat tinggi bahkan Aulia Pohan besan Presiden yang saat itu berkuasa disikat KPK.

Membuat harapan masyarakat masih bisa terjaga, apalagi kemudian terjadi konflik cicak vs buaya bab satu, yang membuat masyarakat menaruh simpati lebih besar pada Cicak (KPK) dibanding Buaya (polisi).

Jilid ketiga periode 2011 -2015 pun bukan tanpa persoalan di organisasi KPK secara keseluruhan, penataan organisasi yang terjadi membuat KPK tertatih.

Meskipun demikian prestasi KPK di era ini cukup moncer rangkaian korupsi yang dilakukan oleh para politisi Partai Demokrat yang saat itu berkuasa dihabisi oleh KPK.

Asa masyarakat terhadap KPK masih terus terjaga.

Periode keempat pimpinan KPK 2015-2019 pun masih bisa disebut cukup baik meskipun ada sejumlah catatan antara lain di area pemberantasan korupsi di kalangan penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan.

Namun, tetap saja prestasi cukup baik masih terjaga Hakim Konstitusi, politis sekelas Setya Novanto yang terkenal licin, pengacara hingga kepala daerah berhasil digaruk KPK.

Hal ini membuat masyarakat masih merasa pantas untuk menggantungkan asa pemberantasan korupsi terhadap lembaga anti rasuah yang sebenarnya bersifat ad hoc ini.

Akhirnya di Jilid kelima ini, harapan masyarakat kepada KPK mulai memudar, dengan fakta-fakta bahwa diawal periode ini harus dihiasi persoalan integritas pimpinannya, sesuatu yang selama ini tak pernah terjadi pada pimpinan KPK sebelumnya.

Belum lagi persoalan internal di organisasi KPK terkait TWK yang seperti nya ingin menyingkirkan para pegawai yang terbukti berprestasi dan memiliki integritas terlepas dari urusan politik didalamnya.

Prestasinya pun belum terlihat moncer, memang 2 menteri di kabinet Jokowi jilid II ada yang berhasil dicokok tapi eksekusinya kurang begitu meyakinkan.

Persoalan yang muncul lebih keras terdengar dibanding, prestasi yang mereka torehkan. Hal ini membuat asa masyarakat kepada KPK terlihat mulai memudar.

Tak ada jalan lain overhaul terhadap KPK harus dilakukan agar kepercayaan dan asa masyarakat terhadap mereka kembali bisa muncul atau paling tidak tak bertambah pudar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun