Partai Amanat Nasional (PAN) kini secara resmi telah tergabung dalam koalisi "gemuk" Pemerintahan Joko Widodo.
Bergabungnya PAN menjadi salah satu partai koalisi pendukung pemerintah, disambut baik oleh 7 partai koalisi lain yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat.
Salah satu partai pendukung pemerintah, Partai Nasdem melalui Sekretaris Jendral-nya Johnny G Plate menilai masuknya PAN ke dalam koalisi akan memberikan dampak positif bagi kialisi dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
"Sahabat baru koalisi, Ketua Umum PAN Bapak Zulkifli Hasan, didampingi oleh Sekjen Bapak Eddy Soeparno. Sahabat baru kami dalam koalisi, semakin memperkuat dan semakin memperkaya gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan serta ide-ide baru dalam rangka melanjutkan pemerintah dan mengisi demokratisasi di Indonesia," Kata Plate. Seperti dilansir Beritasatu.com, Rabu (25/08/21).
Walaupun jika dilihat komposisi di Parlemen tanpa PAN masuk ke dalam koalisi pemerintah pun  mereka sudah sangat dominan.
Dengan bergabungnya PAN, Pemerintah Jokowi telah mengamankan 471 kursi parleman sehingga setiap kebijakan yang dirilis pemerintah bisa lebih mulus, terhindar dari riak-riak politik yang melelahkan.
Entah apa yang sebenarnya membuat Koalisi Jokowi masih merasa perlu mengajak PAN untuk bergabung dengan mereka.
Salah satu pengamat politik mengatakan bahwa masuknya PAN ke dalam koalisi berhubungan erat dengan peta politik pemilu 2024.
Semacam mitigasi politik terhadap keberlangsungan koalisi yang mungkin dalam 1 tahun ke depan bakal goyah akibat manuver dari partai politik untuk meraih kekuasaan di pemilu 2024.
"Saya pikir masuknya PAN ke koalisi kali ini lebih pada upaya mitigasi politik terhadap koalisi ke depan. Karena bila ada satu partai parlemen itu bermanuver dan memisahkan diri dari koalisi, maka ada PAN sebagai penggantinya," kata Pengamat Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati, seperti dilansir CNNIndonesia, Kamis (26/08/21)
Masuk akal juga pendapat ini, jika Jokowi akan mencalonkan diri lagi di tahun 2024, tetapi faktanya sampai saat ini hal itu tidak dimungkinkan karena Undang -Undang Dasar 1945 hasil amandemen terkait masa jabatan presiden membatasi 2 kali periode saja.
Selain itu, koalisi partai politik untuk 2024 dengan melihat dinamika yang terjadi belakangan bukan tidak mungkin akan berubah sama sekali.
Pendapat lain terkait bergabungnya PAN ke dalam koalisi pemerintah adalah dalam rangka untuk memuluskan proses amandemen UUD 1945 untuk ke-5 kalinya.
Salah satu poin amandemen yang santer dan tengah serius dibicarakan adalah memfungsikan kembali Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) dalam membentuk haluan pembangunan negara untuk menentukan arah pembangunan Indonesia secara berkesenimbangun, layaknya Garis -Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada masa Orde Baru.
Harapannya, dengan haluan negara tersebut kebijakan setiap presiden yang berganti tak serta merta mengubah secara ekstrem arah pembangunan nasional.
Sampai di sini, jika amandemen UUD 1945 jadi dilakukan cukup baik dan sangat masuk akal meskipun pro kontra keberadaan haluan negara tersebut masih terjadi di tengah masyarakat.
Akan menjadi masalah besar andai amandemen tersebut menjadi liar dan menyasar perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode misalnya.
Turbulensi politik sudah hampir dapat dipastikan akan terjadi, meskipun di Parlemen koalisi pemerintah sangat kuat tak tertahankan, yang terjadi akan muncul aksi-akai ekstra parlementer.
Masyarakat besar kemungkinannya untuk turun ke jalan menentang amandemen UUD 1945 tersebut.
Meskipun secara pribadi saya sangat yakin Jokowi tak akan mau menyetujui amandemen terkait perpanjangan periode kepresidenannya seperti berkali-kali yang ia ucapkan, tapi politik tetap saja politik segala kemungkinan masih bisa terjadi.
Masuknya PAN ke dalam koalisi tak akan mampu mengubah apapun terkait masalah ini. Karena pada dasarnya jika kita mengamati konstelasi politik kebijakan belakangan, faktor suara netizen di media sosial menjadi salah satu penentu dibandingkan suara mereka di DPR.
Apalagi suara PAN di Parlemen juga tak terlalu signifikan hanya 44 kursi saja.Â
Jangan-jangan masuknya PAN ke dalam koalisi akan membuat gerak pemerintah dalam bermanuver meniti berbagai masalah menjadi bertambah lamban akibat komposisi koalisi yang bertambah gemuk.
Masuknya PAN ke dalam koalisi pemerintah, tentu saja biasanya diganjar dengan kursi kabinet atau jabatan tertentu dilingkup pemerintahan.
Sesuatu yang jika personalia yang ditempatkannya tidak tepat, bakal menimbulkan kegaduhan tidak perlu ditengah kesibukan pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19.
Melansir Tempo.Co, konon katanya pemerintah Jokowi akan menawarkan posisi Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) atau Menteri Perhubungan kepada PAN.
Meskipun isyu ini belum dikonfirmasi langsung oleh pihak Istana, tapi jika hal itu terjadi, Â situasi politik bakal beriak, mengingat Menko PMK sekarang Muhadjir Effendi dianggap sebagai perwakilan Muhammadiyah.
Jadi sebenarnya menurut saya sih, masuknya PAN ke dalam koalisi pemerintah tak terlalu menguntungkan bagi Pemerintahan Jokowi, meskipun ada pengaruh tapi tidak signifikan.
Apalagi rekam jejak PAN di periode sebelumnya yang masuk dalam koalisi dan memiliki wakil di Kabinet tetapi dalam saat bersamaan para politisi PAN lain menggebuki kebijakan Jokowi, seperti bermain dua kaki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H