Ketika Afghanistan kembali berhasil dikuasai oleh Kelompok Taliban, seluruh dunia tak hanya memandang negeri itu dengan penuh kekhawatiran, tetapi juga menaikan alis seraya berpandangan sinis seolah menganggap Amerika Serikat tak becus mengelola Afghanistan pasca mereka menyerang dan mengambil alih negeri itu sebulan setelah peristiwa terorisme 9/11 terjadi pada tahun 2001.
20 tahun memegang kendali di Afghanistan, AS dianggap tak berhasil melumpuhkan kekuatan Taliban secara menyeluruh dan membangun kekuatan militer dan landasan demokrasi yang kuat di Afghanistan.
Bayangkan kurang sepekan dari saat pasukan AS dan NATO angkat kaki dari negeri, Pasukan Taliban dengan leluasa dan nyaris tanpa perlawanan berhasil menguasai Afghanistan .
Artinya, kekuatan Pasukan Taliban tak tereleminir  oleh AS dan Pemerintah Afghanistan selama ini.
Padahal menurut dokumen yang dirilis Special Inspector General for Afghanistan Reconstruction (SIGAR), Lembaga bentukan AS sebagai administrator untuk rekontruksi di Afghanistan tersebut telah mengucurkan US 88 milyar dollar atau senilai Rp. 1.276 triliun hanya untuk urusan keamanan saja, tak termasuk kebutuhan perang dan membangun kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya rakyat Afghanistan.
Memang,menurut sejumlah sumber bacaan yang saya dapatkan faktor jatuhnya kembali Afghanistan ke tangan Taliban tak tunggal, korupsi yang sangat masif dan kurangnya nasionalisme warga Afghanistan serta gontok-gontokan antar War Lords di daerah-daerah seluruh wilayah negeri itu menjadi faktor utama lain.
Namun, faktor kegagalan AS dalam mengelola Afghanistan lah yang dianggap sebagian pandit keamanan dan geopolitik dunia hal yang paling utama dalam kejatuhan Pemerintahan Afghanistan ke tangan Taliban.
Dilansir, National Securty Archive (NSA) merujuk pada sejumlah dokumen  yang telah dideklasifikasi yang diterbitkan Kamis 19 Agustus 2021 oleh Arsip Keamanan Nasional AS, Pemerintah AS dibawah 4 administrasi Presiden telah memberikan informasi menyesatkan kepada rakyat  AS selama mereka menduduki Afghanistan 2 dekade.
Mereka menyembunyikan fakta-fakta yang tidak nyaman tentang kegagalan yang sedang berlangsung di Afghanistan dalam dokumen-dokumen yang sengaja dirahasiakan.
Dokumen-dokumen yang dideklasifikasi oleh Pemerintah AS setelah selama 20 tahun dirahasiakan ini, termasuk memo yang disebut "snowflake" ditulis oleh Mantan Menteri Pertahanan AS Â di bawah Administrasi Presiden George W. Bush, Donald Rumsfeld.
Dalam serangkaian dokumen tersebut  ditulis rencana-rencana dan target Pemerintah Bush saat menyerang untuk mengusir Pemerintahan Taliban di Afghanistan yang dianggap melindungi Al Qaeda pelaku terorisme 9/11.
Secara detil serangkaian dokumen-dokumen rahasia tersebut memperlihatkan sejak awal perencanaan menyerang Afghanistan, Pemerintahan Bush kurang memiliki visibilitas dalam mendeteksi siapa musuh sebenarnya yang harus dikejar dan siapa kawan di internal Afghanistan yang harus dirangkul.
Lebih jauh, AS pun tak mampu mendeteksi permainan Pakistan yang bermuka dua, disatu sisi memfasilitasi militer AS saat menyerang Afghanistan, tetapi di sisi lain mereka melindungi kelompok Taliban.
Di internal, pemerintah AS sendiri terlihat kurang fokus saat menggarap Afghanistan lantaran dalam jarak yang tak terlalu lama setelah menyerang Afghanistan, Bush kemudian memerintahkan untuk menyerang Irak, beban keuangan dan personil militer AS tiba-tiba menjadi bertambah berat.
Mereka harus mengeluarkan milyaran dollar hanya untuk intelejen belum lagi untuk operasional pasukan dan persenjataan AS yang terkenal mahal.
Akibatnya pengawasan dan data-data statistk yang digunakan untuk mengambil keputusan menjadi tak terkontrol alias banyak yang bodong.
Kondisi bertambah berat setelah para kontraktor keamanan dan persenjataan yang menjadi vendor pasukan AS mengambil kesempatan dari besaran dana raksasa yang digelontorkan Pemerintah AS.
Pemerintah AS yang kemudian mengajak para sekutunya yang tergabung dalam NATO, Â pada dasarnya tak memahami benar situasi di Afghanistan saat itu, alhasil kebijakan pemerintah AS dalam menangani Afghanistan menjadi tak sinkron dengan realitas di lapangan.
Makanya kemudian, meskipun telah mengeluarkan dana hingga triliun dollar diujung penarikan pasukan AS dan NATO pada bulan Agustus 2021 setelah selama 20 tahun menduduki Afghanistan, berakhir tragedi dengan kembalinya Taliban menguasai Negeri yang selama 4 dekade terus berada dalam situasi konflik ini.
Padahal target utama AS saat itu seperti yang tertuang dalam dokumen rahasia ialah mengenyahkan Taliban dari Bumi Afghanistan, hal ini membuktikan AS gagal total.
Namun demikian kurang fair rasanya jika kemudian kondisi yang kita saksikan sekarang ini kesalahannya ditimpakan pada Pemerintah dibawah Administrasi Joe Biden semata.
Memang rencana penarikan pasukan yang sangat pendek ditengah situasi keamanan dalam negeri Afghanistan yang kian memanas setelah Taliban mengusai sejumlah kota besar di wilayah Utara Afghanistan itu satu kesalahan.
Tapi seluruh proses ini merupakan manifestasi salah perhitungan AS selama 2 dekade dan kebijakan yang salah dalam mengejar tiga prioritas utama pendudukan AS di Afghanistan.
Selain itu salah satu faktor lain yang cukup krusial, adalah ketidakmampuan pejabat-pejabat Afghanistan dalam menangani situasi yang ada.
Presiden Ashraf Ghani misalnya dengan alasan yang berubah-ubah memilih untuk lari keluar dari Kabul, menandakan ia memang tidak kompeten.
Menurut, mantan Duta Besar AS di Afghanistan Michael Mc Kinley dalam tulisannya  "We  All Lost Afghanistan" yang dirilis Foreign Affair.Com, secara keseluruhan Amerika Serikat salah membaca, miskalkulasi dalam memahami situasi di Afghanistan.
Hal ini merupakan kesalahan kolektif dari para pemangku kepentingan yang terlibat dalam urusan Afghanistan ini.
Semua pengorbanan AS selama 2 dekade ini menjadi sia-sia dan sangat menyakitkan, selain triliunan dollar harus dikeluarkan mereka pun kehilangan 2.400 tentara, selain itu tak kurang dari 20.000 tentara Amerika terluka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H