Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menanti Wajah Baru Taliban yang Lebih Bersahabat di Afghanistan

19 Agustus 2021   11:26 Diperbarui: 20 Agustus 2021   23:47 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Coba perhatikan gambar diatas, foto yang viral ini sungguh fenomenal, 640 warga Afghanistan dalam pesawat C-17 Globemaster milik Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) yang akan mengangkut mereka keluar dari Afghanistan.

Tak ada satu pun diantara mereka yang membawa tas berisi barang-barang layaknya orang yang mau bepergian keluar dari negaranya.

Artinya yang mereka pikirkan hanyalah keselamatan diri dan masa depan keluarganya semata, tak ada yang lain.

Peristiwa ini terjadi sesaat setelah Pasukan Taliban berhasil menduduki Istana Kepresidenan Afghanistan di Kabul Minggu (15/08/21) waktu setempat.

Untuk bisa memasuki salah satu pesawat angkut militer terbesar di dunia ini, warga Afghanistan harus mempertaruhkan nyawanya.

Seperti dilansir Kompas.com mengutip dari Tabloid Inggris The Sun, tak kurang dari 7 orang tewas ketika mereka berusaha untuk masuk ke badan pesawat tersebut.

Tempo.co
Tempo.co
Gambar-gambar lain yang diambil dari bawah pesawat C-17 ini menunjukan masih banyak warga Afghanistan yang bergelantungan di badan pesawat yang bersiap untuk lepas landas yang tentu saja sangat membahayakan nyawa, tetapi mereka tak peduli, yang ada dalam pikiran bagaimana caranya agar bisa meninggalkan negerinya setelah dikuasai oleh Kelompok Taliban.

Dalam benak dan bayangan warga Afghanistan, Taliban yang kini secara de facto menjadi penguasa resmi di negerinya adalah "monster" yang sebisa mungkin harus dhindari.

Pengalaman hidup di bawah kekuasaan Taliban pada 1996-2001 menyisakan kegetiran bagi mereka. Ketika itu, Taliban memerintah secara opresif, otoriter, dan  tanpa toleransi.

Syariah diinterpretasi secara ketat dan menghasilkan produk hukum yang kejam. Perempuan terutama, hak-hak mereka sangat tertindas kala itu.

Meskipun kemudian, dalam Konperensi pers pertamanya pasca berhasil menguasai Afghanistan, Taliban berjanji untuk mengubah wajah pemerintahannya menjadi jauh lebih ramah dan moderat.

Seperti diungkapkan Juru Bicara Taliban Suhail Shashen dalam rilis resminya, Taliban akan berkomitmen untuk menjaga hak-hak perempuan.

Ruang publik bakal tetap terbuka bagi kaum hawa, kiprah mereka di dunia kerja bakal difasilitasi, pendidikan sampai tingkat paling tinggi sekalipun akan dibuka seluas-luasnya.

Bahkan menurut petinggi Taliban lain, Zahibullah Mujahid, perempuan akan dilibatkan dalam struktur pemerintah Taliban ke depannya.

Pengekangan dan pembatasan ketat tak akan pernah terjadi lagi, seperti kala mereka memerintah 25 tahun lalu.

Lebih lanjut,  Taliban berjanji akan menghormati dan menjamin hak kepemilikan warga terhadap properti yang dimilikinya, hak hidup, dan kehormatan mereka.

Taliban berharap masyarakat Afghanistan tak perlu melihat mereka sebagai "monster" yang menakutkan.

Shashen pun kemudian menunjukan bahwa hidup di sejumlah distrik sudah normal seperti biasa, kantor swasta maupun kantor milik negara serta sekolah-sekolah sudah beroperasi seperti biasa.

Taliban akan berusaha memfasilitasi itu semua, mereka akan menjadi pelayan-pelayan yang mengabdi bagi rakyat Afghanistan.

Dan ada satu janji krusial lain dari Taliban yang dianggap bakal menjadi tonggak stabilitas keamanan dan politik di Afghanistan, seluruh pihak yang selama ini memerangi dan berseberangan dengan mereka akan diampuni tanpa syarat alias diberi amnesty.

Menurut mereka, lupakanlah yang sudah berlalu ayo mulai bekerja dan menatap masa depan Afghanistan yang lebih baik.

Tak cukup berjanji untuk internal negerinya, Taliban pun menjanjikan keterbukaan dalam hubungan internasional, mereka siap bekerja sama dengan komunitas global agar situasi geopolitik di kawasan dan ekonomi negerinya bisa melangkah menjadi lebih kondusif.

Janji-janji Taliban tersebut, memang tak serta merta dipercayai oleh warga setempat dan komunitas global.

Gambaran yang ditunjukan dalam "pesawat Globemaster C-17" menunjukan bahwa tak bisa dipungkiri rasa takut dan kekhawatiran rakyat Afghanistan sebagai stakeholder utama masih sangat dominan.

Kekhawatiran serupa dirasakan oleh komunitas global, memori kelam Pemerintahan Taliban yang ultra konservatif di masa silam bertaut berkelindan dibenak banyak pihak.

Taliban harus bekerja ekstra keras untuk menghilangkan potret buram dunia internasional terhadap mereka.

Memang secara de facto, kini Taliban adalah Penguasa Afghanistan tetapi secara de jure butuh pengakuan dari masyarakat internasional, untuk itulah Taliban secara berkelanjutan harus membuktikan serangkaian janji dan komitmennya untuk membangun pemerintahan dengan wajah baru yang inklusif dan akomodatif.

Tanpa itu, pengakuan de jure tak akan bisa didapatkan dari negara-negara di dunia,  padahal itu merupakan kunci utama untuk bisa berkiprah di pergaulan internasional.

Apabila komitmen dan serangkaian janji Taliban tersebut tak bisa diejawantahkan, potret masa lalu akan kembali memenuhi ruang pikir masyarakat internasional yang pada dasarnya sudah meragukan komitmen dan janji Taliban tersebut.

Apabila keraguan itu terbukti, komunitas global akan lebih memilih tak bekerjasama dengan Afghanistan di bawah Taliban lantaran melihat tak ada untungnya sama sekali.

Keraguan banyak pihak itu sebenarnya sangat logis, paling tidak ada 2 faktor utama yang memunculkannya.

Pertama, keraguan pada Taliban terkait masalah ideologi yang mereka anut selama ini. Jika sudah berbicara ideologi yang sudah menjadi pakem hidup mereka rasanya agak sulit untuk menggesernya menjadi lebih ketengah.

Jika pun memang mereka berusaha menggeser itu bukan lantaran ideologinya yang coba mereka rubah tetapi lebih pada tekanan politik secara internal dan terutama eksternal.

Kita mungkin akan menjadi bingung, bagaimana Taliban nantinya akan menunaikan janjinya terkait keberadaan perempuan dalam struktur pemerintahannya berdasarkan hukum syariah.

Hukum syariah yang mana yang mereka akan gunakan? Apakah hukum syariah yang berkutat pada urusan substansi saja, atau tetap diberlakukan secara rigid, normatif dan formal seperti saat mereka memerintah 25 tahun lalu.

Padahal kita tahu, jika itu dilakukan maka prinsip-prinsip Hak Azasi Manusia termasuk di dalamnya hak-hak perempuan akan terabaikan.

Lantas bagaimana juga dengan kelompok Islam yang lain, seperti Syiah dan Ahmadiyah yang juga ada di Afghanistan? Karena kita tahu Taliban berpaham Sunni akan kah mereka akomodatif kepada 2 kelompok saudara -saudara muslim yang lain tersebut.

Kedua, masalah keragaman faksi dalam tubuh Taliban itu sendiri. Meskipun kita tahu bahwa yang menjadi pimpinan utama di kelompok tersebut seperti Abdul Ghani Baradar lebih moderat tetapi jangan lupa ada Abdul Hakim Ishaqzai dan Sirajuddin dilingkaran kekuasaan Taliban yang menurut sejumlah sumber media barat dikenal sangat keras.

Bukan tidak mungkin mereka akan melakukan intersep terhadap langkah-langkah moderasi yang dilakukan para petinggi Taliban moderat.

Yang terjadi selama ini, jika terjadi pertengkaran antar faksi di internal Taluban kedua pihak tak segan untuk saling menembak satu sama lain.

Well, terlepas dari alasan keraguan tersebut, harapan moderasi Afghanistan di bawah kekuasaan Taliban dengan serangkaian janji mereka tersebut masih tetap ada.

Harapannya petinggi -petinggi Taliban saat ini bisa berkaca dan menginsyafi kesalahan -kesalahan mereka di masa lalu, Taliban menjadi lebih moderat, terbuka dan mengutamakan kepentingan rakyat Afghanistan.

Tak ada yang bisa dilakukan oleh komunitas global, selain mendorong perdamaian akan terus terpelihara di Afghanistan serta wait and see kemana Taliban akan membawa negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun