Gabungan kurangnya pendidikan dan dibatasinya akses terhadap sektor kesehatan membuat kehidupan perempuan di Afghanistan saat itu sangat mengerikan.
Taliban seolah tak peduli dengan kesejahteraan rakyatnya terutama perempuan, saking tak pedulinya, karena rumah sakit yang kebanyakan di danai bantuan internasional dirasa mulai merongrong kewibawaan para Mullah mereka tak segan menyerbu dan melakuka  penyerangan terhadap rumah sakit.
Tindakan yang benar-benar diluar nalar sehat.
Di luar masalah pendidikan dan kesehatan, Taliban pun benar-benar membatasi ruang gerak perempuan secara ekstrem.
Seluruh rumah di Afghanistan harus mengecar jendela kacanya agar perempuan tak bisa melihat keluar dan terlihat dari luar.
Perempuan 100 persen diisolasi sedemikian rupa oleh Taliban, hanya untuk urusan-urusan sangat khusus mereka bisa keluar itu pun dengan menggunakan burqa yang sangat tebal dan menyesakan lantaran hanya membiarkan ada lubang kecil untuk bernafas serta harus disertai oleh muhrimnya, suami, saudara kandung, atau bapaknya.
Jika kedapatan berjalan dengan pria bukan muhrimnya,siap-siap saja cambuk 100 kali bakal mendera perempuan itu.
Jika perempuan tersebut sudah menikah dan ia kedapatan berjalan dengan pria lain, hukuman rajam hingga mati menanti.
Segala perhiasan pun dilarang, bahkan mengenakan kaos kaki putih pun dilarang, alas kaki yang digunakanpun tak boleh mengeluarkan bunyi, apalagi high heel. Perempuan harus berjalan dalam senyap.
Kondisi ini membuat meningkatnya masalah kesehatan mental perempuan-perempuan di Afghanistan.
Jumlah kasus depresi dan bunuh diri  perempuan meningkat tajam di Afghanistan saat itu.