Tak peduli talenta  dan kepintarannya, atau sepenting apapun kedudukan perempuan itu dibidang pekerjaannya.
Akses terhadap medis pun dikurangi sangat drastis bagi perempuan, aturan pakaian pun berubah secara ekstrem, tak sepotong tubuh pun boleh diperlihatkan, perempuan  harus mengenakan burqa yang menutup dari kepala hingga ujung kaki.
Taliban saat itu secara brutal mempraktikan tindakan kekerasan terhadap perempuan. Pemerkosaan, penculikan, dan pernikahan anak secara paksa menjadi keseharian di Afghanistan di bawah kendali Taliban saat itu.
Warga Afghanistan yang memiliki putri mengorbankan harta bendanya hanya untuk mengirim anak perempuannya keluar dari Afghanistan agar bisa mendapatkan kehidupan normal seperti perempuan lain di muka bumi ini.
Aturan Taliban bagi perempuan kian tak masuk akal, sejak tahun 1998. Anak perempuan diatas usia 8 tahun tak boleh bersekolah, meskipun ada sebagian yang melakukan homescholling, tapi itu pun terkadang dilarang dan pelakunya dihukum sangat keras oleh otoritas Taliban.
Akibatnya jutaan perempuan Afghanistan tak memiliki kemampuan baca tulis yang memadai.
Untuk urusan kesehatan pun, perempuan hanya diberikan akses paling dasar, akibatnya kesehatan perempuan Afghanistan saat itu sangat rentan.
Dokter Pria hanya memperbolehkan memeriksa perempuan dengan kondisi pakaian tertutup, sehingga diagnosis yang dilakukan kadang tak optimal.
Pembatasan akses terhadap medis bagi perempuan ini mengakibatkan tingkat kematian ibu melahirkan di Afghanistan nomor satu di dunia, dari 100 ibu melahirkan 16 diantaranya meninggal dunia.
Alhasil kondisi ini membuat tingkat kematian bayi dan anak di Afghanistan pun menjadi sangat tinggi saat itu.
Menurut data dari organisasi PBB untuk menangani anak (UNICEF), Setiap 1000 bayi ada sekitar 165 bayi yang meninggal sebelum ulang tahun pertamanya.